Selayang Pandang Sejarah Timbulnya Ushul Fiqih


Judul : Selayang Pandang Sejarah Timbulnya Ushul Fiqih
link : Selayang Pandang Sejarah Timbulnya Ushul Fiqih


Selayang Pandang Sejarah Timbulnya Ushul Fiqih

Selayang Pandang Sejarah Timbulnya Ushul Fiqih dan Proses Perkembangan Ilmu Ushul Fiqih.
Pada zaman Nabi Muhammad Saw dan sahabat-sahabatnya Ilmu Ushul Fiqh belum terhimpun menyerupai kini ini, karena para sobat dan pengikut-pengikut Islam masih sanggup eksklusif menanyakan soal-soal aturan kepada Nabi. Pada zaman sobat dan tabi’in , mereka tepat pengetahuannya ihwal hukum-hukum yang terdapat dalam al-Quran, dan mengetahui pula sebab-sebab turunnya, serta diam-diam syari’at dan tujuannya, karena hasil pergaulan mereka bersama Rasulullah. Oleh karena itu mereka tidak memerlukan peraturan-peraturan dalam mengambil suatu aturan (istinbath). Tegasnya mereka tidak mempergunakan Ilmu Ushul Fiqh dalam teori, tetapi dalam prakteknya, mereka bahu-membahu penuh dengan pengetahuan ini dan menjadi contoh bagi ummat yang sesudahnya.

Pada masa tabi’in, penggalian aturan syara’ semakin meluas karena banyak terjadi pada ketika itu, dan banyaknya para ulama tabi’in yang member fatwa, menyerupai Said ibn Musayyab dan kawan-kawannya di Madinah, ‘Alqamah dan Ibrahiem an-Nakha’i di Irak. Sebagai dasar di dalam member fatwa, mereka memiliki al-Quran, Hadits dan fatwa-fatwa sahabat. Bila tidak terdapat keterangan dari nash, maka sebagian mereka ada yang menempuh penetapan aturan dengan mempertimbangkan kemaslahatan dan ada pula yang menempuh dengan jalan qiyas. Jalan yang ditempuh oleh Ibrahiem an-Nakha’i dan fuqaha Iraq di dalam menetapkan hukum-hukum cabang yakni dengan menetapkan ‘illat (titik persamaan) yang dipergunakan untuk mengqiyaskan setiap permasalahan yang bermacam-macam.

Setelah Islam meluas dan bangsa Arab sudah bergaul dengan bangsa-bangsa lain, maka dibuatlah peraturan-peraturan bahasa Arab, supaya gampang dipelajari oleh bahasa lain untuk memepelajari al-Quran. Di samping itu banyaklah timbul peristiwa-peristiwa lain yang mengakibatkan para ulama dan pendukung syari’at Islam berusaha mencari dan memilih hukum-hukumnya. Dengan demikian, timbulah pikiran untuk menciptakan peraturan-peraturan dalam ijtihad pengambilan aturan untuk memperoleh pendapat-pendapat yang benar.

Di kalangan ulama-ulama Islam di antara Imam-imam Madzhab yang empat, Imam Hanifah (80 H. – 150 H.) populer ijtihadnya dan banyak mengeluarkan fatwa-fatwa dengan pendapat (ra’yu), Imam Hanifah dalam berijtihad , dia menyamakan antara qiyas dan istihsan. Salah seorang muridnya, ialah Abu Yusuf pernah mencatatkan anggaran-anggaran Ushul Fiqhnya, tetapi lalu catatan-catatan ini hilang tidak muncul kembali.

Imam Maliki memiliki metode ijtihad yang terang dengan berlandaskan pada amal (tradisi) penduduk Madinah.
Orang yang pertama mencatat Ushul Fiqh secara tepat ialah Imam Muhammad Idris Asy-Syafi’i (150 H. – 204 H.) sehingga hingga kini catatan-catatan itu tetap terpelihara, yang ditulisnya dalam kitab “Ar-Risalah”. Dalam kitab tersebut ia membicarakan kedudukan ayat-ayat al-Quran, kedudukan as-Sunnah dan macam-macamnya, kedudukan Ijma’, Qiyas dan pokok-pokok peraturan ihwal mengambil hukum.

Usaha Imam Syafi’i merupakan kerikil pertama dari Ilmu Ushul Fiqh yang lalu dilanjutkan oleh ulama-ulama jago Ushul Fiqh yang kemudian, sehingga cukup dan lengkap segala isinya.