Mengubah Perasaan Takut Menjadi Berani


Judul : Mengubah Perasaan Takut Menjadi Berani
link : Mengubah Perasaan Takut Menjadi Berani


Mengubah Perasaan Takut Menjadi Berani

Cara mengubah takut menjadi berani. Bila Anda mempunyai rasa takut, janganlah mengeluh. Sebab itu tandanya Anda normal sebagai manusia. Takut merupakan cuilan tidak terpisahkan dari penciptaan manusia. Takut merupakan salah satu penampakan, naluri untuk mempertahankan diri (ghorizah baqa). Allah Swt berfirman:
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah informasi bangga kepada orang-orang yang sabar". (QS Al Baqarah Ayat 155).
Karenanya, takut bukanlah sesuatu yang jelek. Yang penting, harus takut pada tempatnya. Bila masalah tersebut layak di takuti, maka takutlah, sedangkan masalah yang tidak layak di takuti jangan di takuti .

Takut terhadap bayangan
Rasa takut ada yang tidak pada tempatnya. Dan tentu saja keliru. Sebagai misal : dulu di kampung  belum dewasa maupun dewasa setiap habis magrib di biasakan mengaji di mushola / surau. Belum ada listrik dikala itu. Penerang jalan cukup obor. Bahkan seringkali hanya mengandalkan kerlap kerlipnya bintang. Itu pun kalau ada. Pada suatu hari sepulang mengaji belum dewasa lari terbirit-birit. "Hantu.. hantu.. hantu.. ", teriak mereka. Saat mendengar hingar bingar tersebut uztadnya datang. Seraya menunjukan apa yang gotong royong mereka lihat. Dia sempat kaget melihat bayangan putih bergerak-gerak di belakangnya. Setelah di selidiki dari deket, ternyata barang putih itu hanyalah sepotong mukena milik Bibi yang di jemur, lupa tidak di ambil. Angin malam meniupnya sehingga bergerak-gerak. "Bukan hantu ! Hantu itu tidak ada !", teriak sang Uztadz menenangkan murid-muridnya.

Kejadian kecil tadi menawarkan pelajaran pada kita bahwa seringkali kemunculan rasa takut di akibatkan belum sempurnanya akal, menyerupai yang terjadi pada anak-anak. Atau di sebabkan tidak adanya pengetahuan yang utuh dan tepat terhadap realitas yang tengah di hadapi. Banyak sekali dalam kehidupan sehari-hari orang takut akhir dua hal tadi. Katakan saja ada seorang karyawan yang mendengar bahwa Manager yang berjulukan A itu agak killer. Dia lantas takut pada Manager itu. Kebetulan dikala pengumuman peresmian jabatan. Manager itu menjabat pimpinannya. Akhirnya ia pun tidak berani menghadap kepadanya. Ia takut, namun setelah ia paksakan menemuinya kemudian berusaha mengenalnya lebih dekat, ceritanya menjadi lain. "Dia itu baik, Lho! kalau bilang dia killer itu bohong, Manager terlihat begitu, tapi gotong royong baik sekali. Yang penting kitanya sopan". ujar dia pada rekan sekerja yang menakuti-nakutinya.

Ada cerita, seakan absurd tapi terjadi. Dulu ada seorang manusia. Ia tidak pernah berpergian. Ketika di tanya, alasanya, kalau berpergian naik pesawat terbang takut jatuh. Andai naik kapal maritim takut karam lantaran maritim itu dalam, Menumpang bis atau angkot pun enggan, takut kecelakaan. Apalagi naik motor atau sepeda. Jalan kakipun hanya di kampung saja. Jangankan dipusat kota, di pinggiran kota saja ia tidak pernah melakukannya takut tertabrak kendaraan. Akibatnya ia tidak pernah kemana-mana kalaupun berpergian di tempuh dengan jalan kaki. Bayangan dan kekurang pahaman terhadap realitas memunculkan semua ini .

Begitu pula akhir bayangan seseorang tidak melaksanakan dakwah. Pada tahun 1989 ada seorang pencetus pengajian. Ia rajin mengaji. Namun takut menawarkan ilmunya kepada orang lain. "Takut ia menolak apa yang saya sampaikan," ujarnya. Ketika di minta mengembangkan goresan pena ihwal kebobrokan demokrasi, ia pun keberatan. Alasanya, takut orang yang di berinya itu tidak oke dengan isi goresan pena tersebut. Memberi pengajian dewasa pun enggan "Takut ada yang lebih pandai dari saya," dalihnya. Begitu pula ketika di ajak untuk bertemu dengan tokoh ia pun mengelaknya, Argumen yang di sodorkan lain lagi, takut di sebut masih anak ingusan. Sebelum tahu persis apakah dakwahnya di tolak, belum tahu persis betulkah orang itu setuju, belum paham ada orang yang lebih pandai akan mengejeknya, dan sebelum benar- enar tahu ia akan di sebut anak ingusan, ia sudah takut dahulu. Namun alhamdulilah, setelah dia berupaya untuk menghilangkan takut akan bayangan yang di ciptakannya sendiri, ia kini menjadi seorang pencetus dakwah yang handal.

Hal yang sama terjadi pula pada kematian. Tidak sedikit orang takut mati. Semua itu lahir dari informasi ihwal realitas kematian tersebut. Tentu saja, Anda tahu bahwa ada tetangga, saudara atau bahkan mungkin Anda sendiri... melahirkan anak mati dalam kandungan, atau gres saja lahir di lahirkan ia harus diinkubasi, jadinya pada usia 4 bulan meninggal juga, Begitu juga kemarin 2 orang anak umut 7 tahunan meninggal lantaran perang di Afganistan. Mati bukan hanya pada belum dewasa pada seorang remaja, putri ataupun putra, pada sahabat akrab kita pada teman. Pada orang yang sudah tua. Kakek dan Nenek. Tanpa sakit ataupn dengan sakit dalam keadaan yang bagaimanapun. Kapanpun pasti tiba tanpa mengenal usia, waktu tempat maupun keadaan. Tidak ada seorangpun yang sanggup menghindarinya apalagi menolaknya. Takut atau tidak, kematian pasti datang. Karenanya, tidak perlu takut mati. Sebab demikianlan realitas kematian. Yang penting di takuti yaitu kematian dalam kemaksiatan "Kalau saya berdakwah, melaksanakan amar makruf nahi munkar. nanti kan kalau di tangkap penguasa zhalim siapa yang akan memberi makan anak-istri saya?" Ia berpikir se akan-akan tidak akan mati besok. Siapakah yang akan memberi makan anak-istri kalau kita besok meninggal? ....

Begitulah rasa takut akhir kurang utuhnya informasi, pengetahuan dan pemahaman ihwal realitas. Sesuatu yang mestinya tidak ditakuti malahan membuatnya menjadi pengecut. Takut menyerupai ini merupakan takut terhadap bayang-bayang. Ia takut terhadap sesuatu yang ia khayalkan. Sekalipun realitasnya sangat boleh jadi bertolak belakang dengan bayangan yang ia khayalkan tadi. Bila ini terjadi jiwa siapapun, termasuk saya dan Anda, akan di selimuti oleh takut akan bayang-bayang. Muaranya serba takut. Lama-lama jadi penakut bahkan jadi pengecut.

Setiap orang tentu saja tidak ingin secara sengaja mempunyai takut semacam ini. Untuk menghindarinya atau menghilangkan nya Insya Allah sanggup di tempuh dengan salah satu cara berikut :
  • Melakukan pendalaman (ta'ammuq) dan melihat dari deket sesuatu yang di takuti itu.
  • Memberikan konsepsi gotong royong sesuai realita ihwal masalah yang menakutkannya.
  • Menghilangkan sesuatu yang di takuti sekaligus atau sedikit demi sedikit hingga lenyap.
Berdasarkan hal ini, seorang pengemban dakwah, contohnya tidak akan gentar menghadapi musuh Islam yang senantiasa bersekongkol dalam menghancurluluhkan Islam. Sebab dia yakin bahwa realitas mereka gotong royong berpecah belah. Allah Swt memaparkan realitas mereka :
"Mereka tidak akan memerangi kau dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang bertenteng atau di balik tembok. Permusuhan sesama mereka yaitu sangat hebat. Kalian kira mereka itu bersatu padahal hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu lantaran sesungguhnya mereka yaitu kaum yang tiada mengerti (QS Al-Hasyr Ayat : 14).
Begitu pula ia tidak takut dengan berdakwah sekalipun nyawa taruhannya, alasannya yaitu dalam realitas nya kematian itu di tunggu atau tidak pasti datang.

Takut Akibat Tiada Pembanding

Atap bocor. Itulah yang di alami oleh Mas Genteng (bukan nam orisinil yach). Dia tidak berani naik keatap untuk memperbaikinya. Belum pernah selama hidupnya naik ke atas atap. Dia takut. Namun ketika bocornya semakin besar, ia mulai berpikir ulang. Komputer satu-satunya terancam kena bocoran, lantai banjir, kasur kena air hujan. Mencari tukang untuk memperbaikinya... kebetulan.. tidak ada. Perabot yang ada di geser-geser lagi. Tidak memungkinkan. Ia menghadapi dua pilihan : membiarkan atap dengan resiko segalanya rusak atau naik memperbaikinya yang kalaupun beresiko hanya berupa gemetar. Akhirnya, ia pun tegar membetulkannya. Bila tidak ada perbandingan kerusakan banyak sekali alat tadi, boleh jadi kisahnya menjadi lain. Inilah realitas sederhana munculnya rasa takut akhir tidak ada pembandingan.

Realitas lain yaitu dalam pertempuran. Andaikan Anda seorang prajurit yang tengah berada di medan laga. Saat itu pertempuran sedang berkecamuk. Dentuman meriam terdengar dari segala penjuru, desingan peluru menyambar telinga, kepulan asap menutupi pandangan, dan bunyi pesawat tempur memekakan telinga. Musuh benar-benar berada di depan mata. Pada dikala itu Anda berpikir bahwa bila Anda terus menggempur pasti risikonya besar, boleh jadi pulang tinggal nama, istri usang di tinggal dan mungkin tidak akan sanggup bersua kembali. Anak yang lagi lucu-lucunya usang tidak di timang. Muncullah di hati Anda impian lari tunggang langgang dari arena pertempuran. Rasa takut pun menyelimuti jiwa. Apalagi kesempatan untuk itu Anda pandang besar. Bila ini tolak ukur nya pasti Anda akan benar-benar mengucapkan "selamat tinggal pertempuran". Berbeda halnya, kalau Anda sebagai prajurit berpikir : "Andaikan saya tidak berperang, siapakah yang akan mempertahankan negeri muslim dari penjajah? bila semua orang berpikiran menyerupai tadi , tentu musuh akan praktis memporakpondakan. Bukan hanya saya yang celaka, kesatuan prajurit Islam akan kocar kacir akhir salah satu anggotanya berkhianat, Keluarga, masyarakat bahkan umat Islam keseluruhan pun akan mengalami kenestapaanya. Kaum muslim akan di rampas harta kekayaannya, kebudayaannya, kehidupan sosialnya, bahkan kehendaknya. "Bila ini yang Anda pikirkan pasti kabur dari pertempuran tidak akan ada di benak Anda, dan tentu saja di benak saya juga. Lebih dari itu, keberanian menentang musuh pun semakin semakin menggelora, memperabukan dada. Anak, istri, tanah, rumah, motor, TV, buah-buahan dan hal lain terlupakan. Yang ada hanyalah gema : "Allahu Akbar... Allahu Akbar.. Allahu Akbar...!

Cerita-cerita tersebut menawarkan pelajaran bagi kita bahwa seringkali rasa takut yang salah itu muncul akhir sekedar memikirikan keselamatan, kepentingan dan kerugian diri sendiri atau keluarga semata, tanpa membandingkannya dengan akhir yang akan menimpa umat secara keseluruhan bila melaksanakan hal sebaliknya. Dalam insiden tadi Anda membandingkan resiko bila Anda lari dari medan pertempuran, dan resiko bila tetap berada di medan pertempuran. Resiko dari cuilan pertama hanya merugikan diri sendiri, sedangkan resiko tindakan kedua harus di tanggung oleh umat secara keseluruhan. Bila demikian Anda akan menentukan tetap dalam pertempuran. Jiwa ksatria pun muncul dengan gagah berani. Dengan pembandingan ihwal akhir yang terjadi bila melaksanakan sesuatu dengan akhir yang muncul dari tidak melakukannya akan membantu melenyapkan rasa takut yang tidak pada tempatnya.

Karenanya, tidak heran bila ketika kaum kafir Quraisy mengepung kaum muslimin, bukannya ketakutan yang muncul pada diri mereka, malahan hal itu melahirkan keberanian dan keimanan yang kian kokoh. Allah swt mengabadikan hal ini dalam Al Alquran :
"(Yaitu) orang-orang (mentaati Allah swt dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang menyampaikan : Sesungguhnya insan telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian, lantaran itu takutlah kepada mereka, maka perkataan itu menambah ke imanan mereka dan mereka menjawab : Cukuplah Allah swt.. Menjadi Penolong kami dan Allah swt yaitu sebaik-baik Pelindung". (QS. Ali-Imran : 173).
Para pengemban Dakwah yang mengambil pelajaran dari wahyu Allah Swt, tersebut tidak akan gentar sedikitpun sekalipun musuh dan sekutunya terus mengepung kaum muslim dari segenap panjuru. Mereka punya rudal, nuklir, pesawat tempur canggih, dana melimpah dan intelejen yang katanya hebat. Memang, begitulah realitasnya. Namun seorang mukmin tidak akan bergeming sedikit pun menghadapi semua itu."Hasbunallah wa ni'mal wakil", begitu bergemuruh dalam dadanya.

Contoh lain di sebuah RW ada satu rumah yang di jadikan sebagai tempat perjudian. Sebagian orang termasuk RW-nya takut menegur apalagi menghentikanya. Alasanya, orang itu punya backing Takut malah jangan-jangan keluarganya yang di ancam. Di balik ketakutan orang ada yang berpikir berbeda, sekalipun ada juga perasaan yang sama menyerupai mereka yaitu takut keluarganya dan dirinya terancam. Orang terakhir tersebut melihat bahwa bila ia melaksanakan pencegahan paling-paling dirinya yang babak belur lantaran di hajar. Sebaliknya bila tidak di cegah maka kemungkaran akan merajalela, perjudian semakin banyak pendukungnya, mendapat legalitas tidak eksklusif dari masyarakat, generasi akan terbawa jelek, dan Allah Swt akan marah kepada mereka. Kita lihat kelompok pertama hanya mendasarkan sikapnya pada kepentingan individual sesaat. Sebaliknya, kelompok kedua membandingkan antara akhir yang di timbulkan dari melaksanakan pencegahan kemungkaran dengan akhir mendiamkannya.

Senada dengan itu, seorang pengemban dakwah tidak akan takut dengan penguasa Zhalim dan penjaranya. Bila hanya lantaran menentang kezhaliman dan kekufuran, serta menuntut tegaknya aturan Islam dia harus meringkuk di penjara, tidaklah mengapa. Paling-paling yang menderita hanya dirinya sendiri saja. Kalaupun di siksa, istirahat 2 -3 hari pun kembali menyerupai semula. Begitu pikirnya. Pada sisi lain, bila kemungkaran penguasa itu di biarkan maka kriminalitas terus berkembang, pengurasan sopan santun berlangsung tanpa henti, pengurasan harta rakyat berlanjut tidak berujung, aturan kufur gentayangan di setiap sudut perundang-undangan, aturan Islam di campakkan, umat di giring dan di seruke pintu jahannam, penjajah berwajah gres pun tetap bercokol. Bahkan di perbudak oleh kaum penjajah dan antek-anteknya. Hasilnya, umat tergolek tidak berdaya di bawah cengkeraman asing. Dengan pembandingan menyerupai ini, hilanglah rasa takut, pada penguasa zhalim dalam dirinya. Sebagai gantinya bangkitlah keberanianya, menyingsinglah fajar perilaku ksatrianya. Mengiang di telinganya sabda Nabi Muhammad saw. :
"Jihad yang paling utama yaitu menyampaikan keadilan pada penguasa yang menyeleweng dari Islam". (HR. Abu Daud dan At Turmudzi ).
Nampaklah bahwa rasa takut itu sanggup muncul akhir terfokus memikirkan diri sendiri tanpa membandingkanya dengan akhir yang lebih dahsyat bahanyanya. Bukan hanya bagi dirinya, melainkan juga bagi masyarakat dan umatnya. Karena itu siapapun yang masih mengidap rasa takut menyerupai ini sanggup mencoba mengenakan resep sekali lagi : membandingkan akhir yang terjadi bila melaksanakan sesuatu dengan akhir yang muncul dari tidak melakukannya.

Takut yang Berguna
Takut tidak selamanya jelek. Takut akan marabahaya yang realitasnya benar-benar ancaman merupakan takut yang wajar. Itu yaitu perilaku yang di benarkan oleh syara'. Baik yang di takutkan tertimpa ancaman itu diri sendiri atau pun umatnya. Rasulullah saw banyak menawarkan teladan ihwal hal ini. Karenanya, Anda tidak dikatakan pemberani bila menyuntikan obat ke dalam badan Anda sendiri seraya berkata : "Saya mah kagak takut penyakit gimana nanti saja!". Padahal Anda tahu bahwa jarum suntik yang Anda gunakan tidak steril. Jarum tersebut membawa virus yang menularkan penyakit. Saat Anda melaksanakan hal tersebut jangan tersinggung bila ada orang yang menyampaikan bahwa Anda berbuat konyol. Anda tidak perlu khawatir di sebut penakut dengan tidak mau di suntik dikala itu. Sebab takut terkena ancaman yang betul-betul merupakan ancaman yaitu takut yang bermanfaat. Nabi Muhammad saw sendiri memerintahkan kepada umatnya untuk menjauhkan diri dari ancaman semacam ini. Dahulu Umar bin Khathab beserta para sahabat tidak memasuki kawasan yang di tuju setelah tahu bahwa di kawasan tersebut tengah terjadi wabah penyakit tha'un. Begitu pula kekhawatiran terhadap masa depan aqidah anak. Seorang Bapak bercerita bahwa ia tidak mau menyekolahkan anaknya di sekolah Kristen. Alasan yang di ungkapkannya ia takut anaknya menjadi "tercemari" oleh kekufuran. Sekalipun akunya, kadangkala ia terjebak oleh mitos bahwa mutu sekolah tersebut luar biasa. Takut semacam ini merupakan takut yang pada tempatnya. Sebab, realitasnya sekolah Katolik itu secara halus hingga terbuka mengkikis aqidah anak didiknya yang Muslim. Saat sholat Jum'at contohnya ada program : pendidikan agama Islam tidak di berikan, acara-acara yang di selenggarakan sarat dengan nilai Kristen, proses belajar-mengajar di dasari tata cara mereka. Andai saja bapak tadi tidak merasa takut akan erosi 'aqidah Islam anaknya, orang akan bertanya : Di mana tanggung jawab dia dalam mengarahkan sang anak ke jalan Islam? Padahal Allah SWT menegaskan :
"Dan hendaklah takut orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka belum dewasa yang lemah. yang mereka khawatir terhadap mereka. Oleh alasannya yaitu itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah swt dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar". (QS. An-Nisa Ayat : 9 )
Kaprikornus takut anak lemah mentalnya, jiwanya, fisiknya, terlebih lagi lemah Aqidah dan keterikatannya terhadap aturan Allah Swt, merupakan masalah wajar, bahkan harus. Demikian halnya dengan takut umat Islam di timpa bahaya. Rasulullah saw yaitu sosok yang sangat mengkhawatirkan umatnya di timpa mara bahaya. Suatu waktu Nabi saw, duduk di atas mimbar di tengah-tengah para sahabat. Saat itu ia bersabda :
"Sesungguhnya di antara yang saya khawatirkan atas kau sekalian sepeninggalku nanti yaitu terbukanya kemewahan dan keindahan duunia". (HR. Imam Bukhari Muslim)
Dalam hadits yang lain Beliau berdua meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda :
"Demi Allah, bukanlah kemisikinan yang saya khawatirkan atas kalian tetapi saya khawatir kalau-kalau kekayaan dunia ini di hamparkan atas kalian sebagaimana yang pernah di hamparkan atas orang-orang sebelum kalian. Lantas, kalian akan berlomba-lomba pada kekayaan sebagaimana mereka dulu berlomba-lomba pada kekayaan. Kemudian, kekayaan itu akan membinasakan kalian sebagaimana kekayaan itu membinasakan mereka."
Inilah teladan dari Rasulullah saw yang penuh inspirasi. Karenanya, setiap muslim, apalagi pengemban dakwah mutlak merasa khawatir persekongkolan antara penguasa munafik dengan negara kafir imperalis terus menina bobokan umat Islam, kebebasan Pers yang liar dikhawatirkan justru semakin memerosokkan generasi umat ke jurang kemaksiatan menyerupai di saksikan dikala sekarang, kristenisasi yang di anggap sepele oleh penguasa dikhawatirkan terus menggerus keimanan kaum muslim, bercokolnya perusahaan-perusahaan asing yang di khawatirkan terus menguras habis kekayaan negeri negeri muslim, perjanjian-perjanjian militer antara negeri muslim, pembantain terhadap rakyat muslim dikhawatirkan akan mengurangi atau bahkan memberangus generasi Islam disana, pendidikan yang kini memisahkan agama dari kehidupan dan negara di khawatirkan (bahkan sudah terbukti) semakin menjauhkan Islam dari umatnya dan umatnya dari Islam serta setumpuk ancaman lain. Oleh lantaran itu penting untuk terus membongkar bahaya-bahaya dari kezhaliman penguasaa dan rencana jahat negara kafir imperalisme yang akan manimpa atau di limpahkan kepada umat Islam. Didorong oleh kenyataan ini kaum muslimin dengan berbekal keihlasan akan secara berani mengungkap hal-hal yang membahayakan umat Islam menyerupai tadi. Juga umat senantiasa waspada terhadap hal-hal yang membahayakan mereka, disamping terus menerus mengatasi ancaman yang sedang menimpanya.

Takut pada Allah swt Pemacu Keberanian

Suatu waktu Abu Umamah Shuday bin ' Ajlan Al Bahiliy Ra menyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda :
"Tidak ada sesuatu yang dicintai oleh Allah swt melebihi dua tetes dan dua bekas, yaitu tetesan air mata lantaran takut kepada Allah Swt dan tetesan darah yang menetes sewaktu berjuang pada jalan Allah swt. Adapun dua bekas yaitu bekas (luka) sewaktu berjuang di jalan Allah dan bekas dari menjalankan kewajiban-kewajiban Allah Ta'ala". (HR. Imam Turmudzi).

Dalam hadits tersebut nampak bahwa Allah swt mensejajarkan antara takut kepada Allah swt dengan jihad di jalan Allah swt. Ini memperlihatkan betapa rasa takut kepada Allah Dzat Maha Perkasa tersebut mempunyai kedudukan yang demikian tinggi. Saking pentingnya takut kepada Allah tersebut Rasulullah saw menyatakan:
"Seseorang yang menangis lantaran takut kepada Allah itu tidak akan masuk neraka hingga air susu itu kembali ke dalam tetek. Dan debu yang melekat lantaran berjuang pada jalan Allah itu tidak akan sanggup berkumpul dengan asap neraka jahannam". (HR. At-Turmudzi)

Terang sekali, tanggapan mereka yang takut kepada Allah swt itu yaitu tidak akan pernah masuk neraka. Adanya pernyataan kemustahilan (masuknya kembali air susu ibu kedalam tetek ibu, atau susu sapi ke dalam tetek sapi) menegaskan hal tersebut. Al Alquran sendiri banyak memerintahkan insan untuk takut kepada Allah swt. Misalnya Firman Allah Dzat Maha Gagah ihwal dorongan bagi kaum muslimin untuk tidak gentar terhadap musuh :
"Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaithan yang menakut-nakuti (kalian) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy). Karena itu janganlah kalian takut kepada mereka tetapi takutlah kepada-Ku. Jika kalian benar-benar orang yang beriman." (QS. Ali-Imran Ayat 175 )
"Karena itu, janganlah kalian takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku, dan janganlah kalian menukar ayat- ayatKu dengan harga yang sedikit". (QS. Al-Maidah Ayat 44)

Sementara itu realisasi dari perilaku takut kepada Allah swt tersebut yaitu tunduk dan patuh kepada-Nya. Berkaitan dengan konteks ini Al-Quran menggambarkan:
"Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kau akan melihatnya tunduk terpecah belah di sebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perempumaan itu Kami buat untuk insan supaya berfikir". (QS. Al-Hasyr Ayat : 21)

Seorang Muslim yang takut kepada Allah swt akan senantiasa membandingkan takut kepada selain Allah swt dengan takut kepada Allah swt. Dan dia lebih takut kepada-Nya. Bukan menyerupai orang munafik yang takut kepada insan sama dengan takutnya kepada Allah Rabbul ' Alamin atau melebihinya.
"Tidakkah engkau perhatikan orang-orang yang di katakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang) dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat!". Setelah di wajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada insan (musuh) menyerupai takutnya kepada Allah, bahkan lebih dari itu takutnya mereka berkata : "Ya Rabb kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? mengapa tidak Engkau tangguhkan hal itu kepada kami beberapa waktu lagi? "Katakanlah! kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan alam abadi itu lebih baik untuk orang-orang yang bertaqwa dan kau tidak akan di zhalimi sedikitpun." ( QS. An-Nisa Ayat : 77 )

Karena itu seorang muslim yang sadar, akan senantiasa lebih takut pada Allah swt daripada takut kepada yang lainya, caranya lebih mengutamakan perintah Allah Dzat Maha Perkasa. Tidaklah mengherankan apa yang di lakukan oleh para sahabat Rasulullah saw, dikala berhijrah mereka harus meninggalkan harta kekayaan, anak saudara, bahkan kampung halaman tercinta. Perjalanan yang harus di laluinya pun bukanlah kawasan yang aman, melainkan penuh dengan tindak perampokan dan kejahatan lainnya. Jarak yang harus di tempuhnya pun bukan sehari dua hari. Sengatan terik matahari, dinginnya malam dan tiupan angin puting-beliung pembawa pasir menanti di perjalanan. Sementara itu orang-orang kafir Quraisy siap mengejar dari belakang. Wajar, andai saja para sahabat (laki - laki / perempuan) dan anak-anaknya mencicipi takut. Mereka yaitu menusia biasa menyerupai kita. Namun, mengapa rasa takut tersebut tidak di perturutkan nya? alasannya yaitu hijrah merupakan kewajiban dari Allah swt daripada takutnya kepada mahluk.

Untuk itu seorang mukmin, terutama pengemban dakwah, akan senantiasa membandingkan antara apa yang terjadi di dunia dengan akhir yang akan di perolehnya di alam abadi bila tidak mentaati perintah Allah swt. Pikirannya terfokus pada kebahagiaan nya di alam abadi tanpa melupakan dunia. Andaikan hanya ada dua pilihan 'celaka di dunia atau kah celak di akhirat' ia lebih menentukan celaka di dunia. Asalkan di alam abadi selamat dan bahagia. Kita boleh saja merasa takut kepada penguasa. Namun, rasa takut tersebut jangan hingga manjadikan kita tidak melaksanakan Amar makruf nahi munkar kepada mereka. Bila demikian berati kita telah melanggat perintah Allah swt pencipta kita. Dengan pernyataan lain kita lebih takut kepada penguasa dari pada penguasa alam semesta. Buktinya tidak barani melanggar penguasa, tapi berani meninggalkan perintah Allah Dzat Maha Kuasa. Padahal tidak ada siksa dari suatu mahluk yang melebihi siksa yang menyamai apalagi melebihi siksa Allah swt.

Begitulah, setiap muncul rasa takut Anda terhadap mahluk dalam bermaksiat kepada Allah swt bersegeralah ingat bahwa Allah swt.... lantaran Dia-lah sesuatu yang berhak untuk di takuti . Hal ini gres akan dimiliki dengan cara mempraktekkanya!. Siapapun Anda bila telah memahami karakteristik takut menyerupai tadi, kemudian menerapkannya secara konsisten, Insya Allah takut akan bermetamorfosis menjadi perilaku berani di jalan Allah Swt. Syaratnya : sabar, sungguh-sungguh, konsisten dan terus menerus. Yang penting sesuai dengan yang Anda alami. Lalu lakukanlah penuh kesabaran, kekhusyukan, kekonsistenan, kekontinyuan dan kesungguhan. Waktu yang tepat berdasarkan pengalaman yaitu setelah dzikir setelah sholat. Misalnya katakanlah :
" Ya Allah, saya ini hamba yang kabur dari-Mu. ketika seruan-Mu di waktu shubuh saya masih mengantuk, sholatpun hampa dari kekhusyuan, Adzan Dzuhur menggema saya masih sibuk dengan pekerjaan kantor . Waktu Ashar memanggil, kau masih di perjalanan. Magrib manghanyut, saya gres hingga penuh lelah. Saat gres mulai istirahat Adzan Isya' telah memanggil. Ya Allah, kekhusyuan ku kini entah di mana?. Ya Rabbi ketika Engkau menyeru saya tidak menyahutnya, seakan saya ini tuli. Aku sadar, dakwah yaitu kewajiban, namun saya hanya menyambutnya sekali-kali. Itupun tidak penuh kesungguhan. Pekerjaan, kuliah Praktikum, urusan rumah tangga dan anak sarat memenuhi benakku. Sementara kemungkaran di sana-sini saya tidak peduli. Butakah engkau wahai jiwaku? Di tengah umat dalam kubangan kemaksiatan dan kekufuran, saya masih berkutat dengan kepentingan sendiri. Ya Allah Rabbul "Izzati, bila demikian, layakkah saya masuk dalam sorga-Mu? Layakkah saya terhindar dari Siksa-Mu? Berhak kah saya Engkau panggil dengan sapaan mesra Ya Ayyatuhan nafsul muthmainnah?.. Ya Allah Jadikanlah diriku benar-benar takut kepada-Mu. Ya Allah.., hanya Engkau yang sanggup mengabulkannya"....

Alhamdulillah postingan mengubah perasaan takut menjadi berani ini saya akhiri... Semoga sanggup bermanfaat dan berfaedah bagi kita semua.