Cara Menanamkan Perilaku Sosial Terhadap Belum Dewasa Di Dalam Kelas


Judul : Cara Menanamkan Perilaku Sosial Terhadap Belum Dewasa Di Dalam Kelas
link : Cara Menanamkan Perilaku Sosial Terhadap Belum Dewasa Di Dalam Kelas


Cara Menanamkan Perilaku Sosial Terhadap Belum Dewasa Di Dalam Kelas

Anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah tidak lepas dari peranan guru. Di tangan para gurulah terletak kemungkinan berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan proses pembelajaran dan pembentukan perilaku mental/kepribadian anak sehingga anak mempunyai perilaku mental dan kepribadian yang kasatmata atau negatif.

Supaya semua guru bisa menunaikan kiprah dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan pendidikan baik secara mikro maupun makro para guru harus memahami dengan benar keadaan anak baik secara individu maupun secara kelompok apalagi dengan pembentukan perilaku mental dan kepribadiannya terutama dalam penanaman perilaku sosial.

Ada Beberapa langkah cara menanamkan perilaku sosial kepada anak di kelas diantaranya :

Menciptakan suasana berguru yang aktif dan menyenangkan
Suasana berguru yang menyenangkan dalam proses pembelajaran ditunjang oleh beberapa faktor diantaranya karakteristik anak, pengalaman, interaksi, komunikasi dan refleksi.

Dengan memahami karakteristik anak seorang guru sanggup melayani apa yang diharapkan siswanya dikala proses belajar. Dengan memperlihatkan pengalaman untuk melaksanakan sesuatu dikala proses berguru berlangsung kreatifitas si anak akan berkembang. Begitu pula dengan memperlihatkan kesempatan kepada anak untuk berinteraksi dan berkomunikasi akan tercipta suasana pembelajaran yang menyenangkan. Dengan memperlihatkan kesempatan untuk merepleksikan kembali gagasan/pendapat terhadap sesuatu hal si anak akan berusaha memperbaiki dan memperkuat gagasannya.
Memahami anak secara individu

Seorang guru sudah menjadi suatu keharusan untuk bisa memahami benar bahwa di dunia ini tak ada individu anak yang sama dengan individu anak lainnya. Perbedaan individu anak ini bisa dilihat dari perbedaan horizontal dan vertikal (Drs.A. Tabrani Lusian, 1989).

Perbedaan individu secara vertikal menyerupai bentuk, tinggi, besar, dan segi jasmaniah lainnya. Perbedaan individu secara horizontal mencakup kecerdasan, abilitas, minat, ingatan, emosi, kemauan dan sebagainya.

Berdasarkan perbedaan individu tersebut hendaknya para guru mempertimbangkan perlakuan yang akan dilakukannya terhadap anak meskipun dalam hal-hal tertentu para guru memberi perlakuan yang sama kepada mereka.

Pembiasaan Nilai-nilai Budi Pekerti

Nilai-nilai kebijaksanaan pekerti yang dimaksud contohnya perilaku saling menolong, perilaku peduli, perilaku saling menghargai, perilaku saling menghormati, perilaku lapang dada, perilaku berjiwa besar. Pembiasaan nilai-nilai kebijaksanaan pekerti ini bisa dilaksanakan oleh siswa baik dikala proses berguru berlangsung maupun dikala anak beristirahat dengan ataupun tanpa bimbingan guru.

Pembiasaan nilai kebijaksanaan pekerti dilakukan melalui diskusi kelompok, berguru klasikal, individual, dan dikala atau simpulan penilaian belajar. Karena melalui proses berguru itulah anak membiasakan diri berinteraksi, berkomunikasi, menghargai pendapat teman, menghormati perbedaan, membantu temannya memahami bahan pelajaran dengan menjadi tutor sebaya, meminjamkan peralatan berguru yang dimilikinya kepada sahabat yang ketinggalan atau tidak punya, diajak menengok temannya yang sakit, saling membuatkan makanan dikala beristirahat.
Memberi keteladanan merupakan tips Usaha Menanamkan Sikap Sosial Terhadap Anak-anak di Dalam Kelas

Sebagai pigur sentral dalam proses pembelajaran dan ujung tombak/pelaku mencapai tujuan pendidikan nasional seharusnyalah guru memperlihatkan keteladanan dalam mempraktekan nilai-nilai kebijaksanaan pekerti tersebut diatas dalam kehidupan sehari-hari bukan hanya ditataran retorika dan instruksi-instruksi saja. Karena melalui keteladanan peniruan akan gampang sekali dilakukan.

Anak dan Lingkungan Sosial

Manusia termasuk belum dewasa sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari saling ketergantungan antara individu yang satu dengan individu lainnya atau jelasnya tidak bisa hidup sendiri-sendiri. Suasana saling ketergantungan tersebut membentuk suatu kekerabatan yang lajim dinamakan kekerabatan sosial.

Hubungan sosial yang terbina dari saling ketergantungan memperlihatkan efek besar terhadap pembentukan perilaku mental atau kepribadian si anak itu sendiri baik efek yang kasatmata maupun efek yang negatif. Pengaruh kasatmata yang terbentuk dari kekerabatan sosial terhadap perilaku mental/ kepribadian anak diantaranya perilaku peduli, perilaku saling menghormati, perilaku saling menghargai.

Pengaruh negatif yang terbentuk dari kekerabatan sosial terhadap perilaku mental/kepribadian anak diantaranva masa bodoh, tidak mempunyai rasa kepedulian, konfrontatif. Beruntung sekali apabila perilaku mental/kepribadian yang terbentuk dari kekerabatan sosial tersebut memberi efek positif. Sebaliknya celaka dan merugi sekali apabila kekerabatan sosial yang terbentuk memberi efek negatif terhadap perilaku mental/kepribadian sianak.

Lingkungan sosial anak tidak jauh berbeda dengan lingkungan sosial orang dewasa. Pada umumnya belum dewasa usia 6-13 tahun (Usia Sekolah Dasar) menjalin kekerabatan sosial di lingkungan sekolah selama kurang lebih 3 s/d 5 jam. Atas dasar inilah lingkungan sekolahpun memperlihatkan efek yang tidak kalah pentingnya terhadap pembentukan perilaku mental/kepribadian anak disamping lingkungan keluarga dan masyarakat luas meskipun waktu yang dihabiskan anak di lingkungan sekolah relatif singkat.

DAFTAR PUSTAKA
§ Ujang Suhendi. dkk, 2001. Belajar Aktif dan Terpadu.
§ Alang Tabrani Rustian, 1989. Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar.
§ Drs. Sufyan Ramadhy, 2001. Mengembangkan Kecerdasan Anak.
§ Drs. Ruswendi Hermawan, M.Ed, 2006. Perspektif Sosial Budaya.
§ TIM DOSEN. (2008). Bahan Ajar Sosiologi Pendidikan. Fakultasl Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia : Tasikmalaya.