Pemakaian Jilbab Kerudung Muslimah


Judul : Pemakaian Jilbab Kerudung Muslimah
link : Pemakaian Jilbab Kerudung Muslimah


Pemakaian Jilbab Kerudung Muslimah

Jilbab digunakan untuk menutup aurat perempun, merupakan suatu kewajiban bagi muslimah dikarenakan telah diperintahkan dengan tegas dalam aturan Islam terdapat dalam Al-Qur'an. Namun demikian masih saja banyak sobat muslimah yang mengabaikan perintah berjilbab ini, padahal selain sanggup menciptakan tinggi martabat wanita, berhijab pun sanggup menjadi sarana untuk mempercantik diri, terlihat anggun jika dipakai.

Semestinya ketika seorang perempuan keluar rumah atau pun perempuan di dalam rumah bersama laki-laki yang bukan muhrimnya maka syara' telah mewajibkan kepada perempuan untuk berjilbab. Pakaian jilbab yang diwajibkan tersebut ialah menggunakan khimar/kerudung, jilbab/pakaian luar dan tsaub/pakaian dalam. Jika bertemu dengan laki-laki yang bukan mahromnya/keluar rumah tanpa menggunakan jilbab tersebut meskipun sudah menutup aurat maka ia dianggap telah berdosa dikarenakan telah melanggar dari syara'. Makara pada ketika itu perempuan Muslimah harus mengenakan tiga jenis pakaian sekaligus yaitu khimar/kerudung, jilbab/pakaian luar dan tsaub/pakaian dalam.

Penjelasan Mengenai Khimar (kerudung)
Perintah syara' untuk mengenakan khimar bagi perempuan yang telah baligh pada kehidupan umum terdapat dalam QS. An-Nuur ayat 31.
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Katakanlah kepada perempuan yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai impian (terhadap wanita) atau belum dewasa yang belum mengerti wacana aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua semoga diketahui suplemen yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kau sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kau beruntung. (QS. An-Nuur 24 : 31)
"Kata juyuud dalam ayat tersebut merupakan bentuk jamak dari kata jaibaun yang berarti kerah baju kurung. Oleh alasannya ialah itu yang dimaksud ayat itu ''hendaklah perempuan Mukminah menghamparkan epilog kepalanya di atas leher dan dadanya semoga leher dan dadanya tertutupi''. Berkaitan dengan ini Imam Ali Ash Shabuni dalam Kitab Tafsir Ayatil Ahkam berkata: ''Firman Allah, hendaklah mereka mengulurkan kerudung mereka'' itu digunakan kata Adh dharbu ialah mubalaghah dan di muta'adikannya dengan harf bi ialah mempunyai arti ''mempertemukan'', yaitu kerudung itu hendaknya terhampar hingga dada supaya leher dan dada tidak tampak (juz 2: 237) ".

Wanita jahiliyah berpakaian berlawanan dengan anutan Islam. Mereka menggunakan kerudung tetapi dilipat ke belakang/punggung dan pecahan depannya menganga lebar sehingga pecahan indera pendengaran dan dada mereka nampak (lihat Asy Syaukani dalam Faidlul Qodir dan Imam Al Qurtubi dalam Jaami'u lil Ahkam juz 12: 230). Di zaman jahiliyah apabila mereka hendak keluar rumah untuk mempertontonkan diri di suatu arena mereka menggunakan baju dan khimar (yang tidak sempurna) sehingga tiada bedanya antara perempuan merdeka dengan hamba sahaya (Muhammad Jalaluddin Al Qasimi dalam Mahaasinut Ta'wil, juz 12:308).

Penjelasan Mengenai Jilbab
Ada pun untuk mengenakan jilbab bagi perempuan dalam kehidupan umum sanggup kita perhatikan QS. Al Ahzab ayat 59 :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, belum dewasa perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh badan mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih gampang untuk dikenal, lantaran itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah ialah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab 33 : 59)
"Allah SWT menawarkan batasan mengenai pakaian perempuan pecahan bawah. Arti lafadz yudniina ialah mengulurkan atau memanjangkan sedangkan makna jilbab ialah malhafah, yaitu sesuatu yang sanggup menutup aurat baik berupa kain atau yang lainnya. Dalam kamus Al Muhith disebutkan bahwa jilbab ialah pakaian lebar dan longgar untuk perempuan serta sanggup menutup pakaian sehari-hari (tsaub) ketika hendak keluar rumah". Ummu Atiya Ra: ''Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami untuk keluar pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, baik para gadis yang sedang haid maupun yang sudah menikah. Mereka yang sedang haid tidak mengikuti shalat dan mendengarkan kebaikan serta nasihat-nasihat kepada kaum Muslimin. Maka Ummu Athiyah berkata: Ya Rasulullah, ada eseorang yang tidak mempunyai jilbab maka Rasulullah SAW bersabda: ''Hendaklah saudaranya meminjamkan kepadanya''(HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, Turmudzi dan Nasa'i).

Adapun syarat ketentuan jilbab yang memenuhi kriteria aturan Islam ialah sebagai berikut:
  1. Menjulur ke bawah hingga menutupi kedua kakinya (tidak berbentuk potongan atas dan bawah, baik rok atau celana (seluar) panjang) alasannya ialah firman Allah SWT: ''Dan hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbabnya ke seluruh badan mereka'', yaitu hendaklah diulurkan jilbabnya ke bawah hingga menutup kaki pecahan bawah. Sebab diriwayatkan dari Ibnu Umar Ra yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: ''Barang siapa mengulurkan pakaian lantaran sombong maka Allah tidak akan memandangnya di hari kiamat.Ummu Salamah bertanya: 'Bagaimanakah perempuan dengan ujung pakaian yang dibuatnya?' Rasulullah SAW menjawab: 'Hendaklah diulurkan sejengkal'. Ummu Salamah bertanya lagi: 'Kalau demikian telapak kakinya terbuka?' Maka jawab Nabi SAW: 'Jika demikian perpanjanglah hingga satu hasta dan jangan ditambah'.'' (HR Jamaah).Hadis ini menjelaskan bahwa jilbab diulurkan kebawah hingga menutup kedua kakinya. Meskipun kedua kakinya tertutup dengan kaus kaki atau sepatu, maka hal itu tidak menggantikan fungsi mengulurkan jilbab yang dihamparkan hingga ke bawah sehingga kakinya tidak tampak.
  2. Bukanlah pakaian tipis sehingga warna kulit dan lekuk tubuhnya tampak. Dari Usamah bin Said Ra: ''Rasulullah SAW pernah menawarkan kain qibthi (sejenis kain tipis). Kain ini telah dia terima sebagai hadiah dari Dahtah Al Kalabi tetapi kemudian kain tersebut akan saya berikan kepada istriku, maka tegur Rasulullah kepadaku: ''Mengapa tidak mau pakai saja kain qibthi itu?'' Saya menjawab: ''Ya Rasulullah, kain itu telah saya berikan kepada istriku''. Maka sabda Rasulullah: ''Suruhlah dia mengenakan pula baju di pecahan dalamnya (kain tipis itu) lantaran saya khawatir nampak lekuk-lekuk tubuhnya'' (HR Ahmad). Dan diriwayatkan pula dari Aisyah Ra (HR Abu Daud).
  3. Bukanlah pakaian yang ibarat laki-laki (seperti celana (seluar) panjang), tetapi jika sebagai tsaub/pakaian ialah boleh. Sebagai pakaian dalam, celana panjang tersebut panjangnya hendaklah lebih pendek daripada jilbab itu sendiri. ''Rasulullah melaknat laki-laki yang berpakaian mirip perempuan dan melaknat perempuan yang berpakaian mirip pakaian laki-laki.'' '(HR Abu Daud).
  4. Tidak menggunakan wangi-wangian yang hingga membuatkan busuk yang sanggup menarik perhatian laki-laki. Sabda Rasul SAW: ''Siapa saja perempuan yang menggunakan wewangian kemudian berjalan melewati suatu kaum dengan maksud semoga mereka mencium harumnya, maka ia telah berzina.'' (HR Nasa'i, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah).
Penjelasan Tentang Pakaian / Tsaub
Sedangkan kewajiban mengenakan pakaian tsaub (pakaian dalam, pakaian sehari-hari ketika di rumah yang tidak ada laki-laki asingnya) sanggup dipahami menurut pengertian dalalatul isyarah bahwa sehabis dilepaskannya jilbab/pakaian luar bukan berarti perempuan bau tanah tersebut tanpa busana sama sekali. (Imam Muhammad Abu Dzahrah dalam kitab Ushulul Fiqh: 164-147, Abdul Wahab Khallaf dalam kitab Ilmu Ushul Fiqh: 143-153, dan Syeikh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitab Asyakhshiyah Islamiyah juz 3: 178-179).

Model dan cara pemakaian jilbab Sesuai Syar'i

Adapun mengenai model dan cara pemakaian jilbab haruslah sederhana dan tidak mencolok baik dari segi warna maupun bentuknya sehingga menarik perhatian laki-laki.
Perhatikan Firman Allah SWT:
وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ 
''Dan janganlah kau berhias dan bertingkah laris mirip orang jahiliyah dahulu (QS Al-Ahzab 33: 33).
Dan diriwayatkan dari Ummu Salamah Ra: Nabi SAW pernah menemui Ummu Salamah Ra yang pada waktu itu sedang memperbaiki letak kerudungnya, maka sabda dia SAW, ''Lipatlah sekali jangan dua kali'' (HR Abu Daud).

Jilbab, misalnya, sanggup digunakan dengan menggunakan kancing, kain yang dilipat-lipat dan sebagainya, asalkan syarat jilbab tersebut di atas terpenuhi. Makara tidak asal menutup aurat.

Dengan demikian jelaslah bahwa syara' telah tetapkan bentuk khimar dan jilbab secara nyata. Khimar/kerudung ialah kain yang terhampar sanggup menutupi pecahan kepala (termasuk indera pendengaran selain wajah) hingga menutupi dada dan tidak menampakkan warna kulit. Sedangkan jilbab ialah baju kurung atau jubah yang tidak terputus dari atas hingga bawah. Jika pakaian epilog aurat berupa baju potongan, yang terdiri dari beberapa potongan maka bukan termasuk dalam kategori jilbab. Jika perempuan dalam kehidupan umum dengan tidak menggunakan jilbab dalam pengertian tersebut maka ia berdosa meskipun pakaiannya menutupi seluruh auratnya, alasannya ialah diwajibkan menggunakan pakaian luar yang diulurkan ke bawah hingga menutupi kedua kakinya.

Kesimpulan
Dengan demikian telah terang bahwa syariat berjilbab ialah wajib bagi kaum Muslimah semenjak zaman Nabi SAW hingga sekarang. Jilbab dipahami sebagaimana adanya yaitu khimar, jilbab, dan tsaub. Makara jilbab tidak hanya diwajibkan untuk perempuan Muslimah di Aceh, akan tetapi jilbab telah diwajibkan oleh syara' bagi Muslimah Indonesia dan perempuan Muslimah di seluruh dunia tanpa kecuali.

''Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya pasti Allah memasukkannya ke dalam api neraka'' (QS An Nisaa': 14). Na'udzubillahi min dzalik!! Maka sadarlah wahai sahabatku. Wallahu a'lam.
Lengkapi pengetahuan sobat dengan melihat model baju renang muslimah hanya di situs persahabatan ini.