Etika Susila Mencari Dan Mengajarkan Ilmu


Judul : Etika Susila Mencari Dan Mengajarkan Ilmu
link : Etika Susila Mencari Dan Mengajarkan Ilmu


Etika Susila Mencari Dan Mengajarkan Ilmu

Untuk mengambarkan bagaimana seharusnya atau sebaiknya tatakrama atau sopan santun yang harus diterapkan oleh seseorang manakala hendak berguru ilmu-ilmu keagamaan (Islam), dan bagaimana tatakrama seseorang saat mengajarkan ilmu-ilmu tersebut. Kemudian apa gotong royong sasaran simpulan dari menuntut atau berguru ilmu-ilmu keagamaan itu, dan apa niat si pengajar dalam memberikan ilmu itu, termasuk apa gotong royong keinginan atau harapan orang bau tanah menyekolahkan anak-anaknya ke forum keagamaan itu.

Secara singkat etika atau adat yang harus dimiliki oleh semua pihak semoga tujuannya tercapai, yang paling penting yakni adanya niat yang lurus, yaitu untuk mencari keridloan Allah swt, adanya keikhlasan yaitu semata-mata melakukan perintah Allah swt. Membersihkan hati dari tujuan-tujuan mencari laba bahan semata (duniawi), serta menghias diri dengan watak mulia. Kemudian mengamalkan ilmunya oleh dirinya sendiri sebelum disampaikan kepada orang lain. Dalam proses berguru mengajar, tentu harus dilibatkan beberapa komponen daru mulai thalib (murid atau santri), syekh, guru atau mursyid (sebagai pengajar / murabbiruh), lalu sultan, penguasa (penanggung jaawb dan pelindung), hingga kepada orang bau tanah yang memiliki aset anak didiknya itu. Semua komponen ini harus mengacu kepada adab-adab yang diterangkan tadi. Untuk hal tersebut mari sobat renungkan sebuah ayat dalam al-Qur'an Surat At-Taubah Ayat 122:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka wacana agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu sanggup menjaga dirinya. (QS. At-Taubah : 122)
Dari ayat di atas tujuan memahami agama yakni semoga umat insan hati-hati dalam hidupnya sehingga ada dalam hidayah Allah swt. Memberi manfaat bagi dirinya, bagi orang lain dan menunjukkan rasa kondusif tenteram serta nyaman bagi lingkungan sekelilingnya, senang dunia dan akhiratnya.

Rasyid Ridha, salah seorang ulama memberi komentar wacana ayat di atas:
"Supaya berhati-hati, itu maksudnya yakni dibutuhkan mereka (umat manusia) takut kepada Allah swt, berhati-hati menjaga diri dari maksiat kepada-Nya. Dan dibutuhkan semua yang beriman menjadi tahu terhadap agamanya dan bisa membuatkan dakwahnya, dan menegakkan hujjah-hujjahnya dan meratakan petunjuk agamanya. Dan inilah seharusnya tujuan dari sasaran dari mempelajari dan memahami agama. Bukan untuk mencari jabatan atau kedudukan, atau mencari laba dalam materi. Dan bukan untuk menyombongkan diri terhadap yang lain atau untuk mengambil manfaat-manfaat dari mereka demi memenuhi kepentingan pribadinya". 
Itulah tujuan yang harus ditanamkan oleh seluruh komponen yang terlibat dalam proses mencari dan mengajarkan ilmu.

Adapun kewajiban bagi orang bau tanah yang akan mengamanatkan anaknya untuk dididik yakni sebagaimana dahulu dipesankan oleh Mu'awiyah kepada Al-Ahnaf bin Qois sebagai berikut:
Bikinkan untuk mereka tanah yang subur dan langit yang menunjukkan keteduhan. kalau mereka meminta (sesuatu yang manfaat untuk dirinya) berikanlah. Dan kalau mereka meminta keridlanmu, restuilah mereka. Jangan bakhil menunjukkan dukungan kepada mereka. Karena kalau semua ini tidak dilaksanakan, mereka akan menjauh darimu dan memberi hidup kau dan lambat laun mereka mengharapkan kematianmu.

Artinya berikanlah kepada mereka kesempatan untuk berkembang nalar dan ruhaninya, arahkan untuk taat beribadah, uruslah mereka dengan baik, berilah perhatian supaya hati bersahabat dengan mereka, dan jangan bertindak berangasan kepada mereka.

Adapun adat atau etika bagi para pengajar ilmu, sebagaimana ulama hadits dahulu menerapkan etika-etika yang baik dalam memberikan ilmunya semoga ditiru oleh anak didiknya. Antara lain menanamkan keikhlasan dalam arti yang sebenarnya, yaitu semata-mata melakukan perintah Allah dan mencari Ridha-Nya dalam mengajarkan ilmunya itu. Membersihkan hatinya dari tujuan-tujuan keduniawian. Memberikan perhatian kepada anak didiknya secara adil dan merata.

Mengamalkan ilmunya terlebih dahulu oleh dirinya sebelum diperintahkan kepada anak didiknya. Menjaga penampilan dan kebersihan pakaian serta badannya saat memberikan ilmu, sebagai perwujudan memuliakan ilmu agama yang akan disampaikannya itu. Sabar, tekun, dan tidak bersikap dengan perilaku yang akan menurunkan harkat martabat dirinya, menyerupai membisniskan ilmunya itu. Sampaikanlah ilmu agama itu dengan mengambil dari dasar-dasarnya yang pokok yaitu al-Qur'an dan Hadits yang shalilh.

Demikian adab-adab etika yang sederhana dalam menuntut ilmu dan menyampaikannya. Semoga ada manfaatnya.