Etika Pergaulan Islam Vs Pergaulan Bebas


Judul : Etika Pergaulan Islam Vs Pergaulan Bebas
link : Etika Pergaulan Islam Vs Pergaulan Bebas


Etika Pergaulan Islam Vs Pergaulan Bebas

Pembahasan pergaulan Islam dan pergaulan bebas pada artikel di bawah ini akan dimulai dengan beberapa dalil aturan yang dikutip dari kitab suci Al-Qur'an. Tuntutan yang harus dilakukan oleh orang muslim dalam pergaulan sehari-hari harus mengacu pada beberapa hal di bawah ini : Etika Bergaul Dalam Islam.

Menjaga Pandangan
“Katakan kepada laki-laki yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”(QS.An Nur : 30).
“Katakanlah kepada perempuan yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, atau ayah suami mereka,atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara perempuan mereka, atau perempuan islam atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang yang tidak mempunyai impian (terhadap wanita) atau bawah umur yang belum mengerti aurat wanita.
Dan janganlah mereka memukulkan kakinya biar diketahui komplemen yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kau sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kau beruntung.”(QS.An Nur : 31).

Menutup aurat secara tepat
“Hai nabi, katakan kepada istri-istrimu dan bawah umur perempuanmu dan istri-istri orang-orang mukmin hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka, yang demikian itu biar mereka lebih gampang untuk dikenal, hingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lahi Maha Penyanyang.”(QS.Al Ahzab:59).
“Dari Abu Sa’id Radiallahuanhu, bergotong-royong Rasulullah Salallahu Alaihi Wa Salam bersabda : seorang laki-laki tidak boleh melihat aurat sesama laki-laki, begitu pula seorang perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan. Seorang laki-laki tidak boleh bersentuhan kulit sesama lelaki dalam satu selimut, begitu pula seorang perempuan tidak boleh bersentuhan kulit dengan sesama perempuan dalam satu selimut.”(HR.Muslim dikutip Imam Nawawi dalam Tarjamah Riyadhush Shalihin).

Bagi perempuan diperintahkan untuk tidak berlembut-lembut bunyi di hadapan laki-laki bukan mahram.
“Hai istri-istri nabi, kau sekalian tidaklah mirip perempuan lain, kalau kau bertakwa, maka janganlah kau tunduk dalam berbicara, sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.”(QS.Al Ahzab:32).

Dilarang Bagi Wanita bepergian sendirian tanpa mahramnya sejauh perjalanan satu hari
“Dari Abu Hurairah Radiallahu Anhu, ia berkata : Rasulullah Sallahu Alaihi WA salam bersabda: Tidak halal bagi seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari simpulan untuk bepergian yang memakan waktu sehari semalam kecuali bersama muhrimnya”(HR. Bukhari Muslim dikutip Imam Nawawi dalam Tarjamah Riyadhus Shalihin).

Dr. Yusuf Qardhawi dalam Fatwa-fatwa Kontemporer jilid 2halaman 542 mengemukakan : “Kaum muslimin memperbolehkan wabita kini keluar rumah untuk mencar ilmu di sekolah, di kampus, pergi ke pasar dan bekerja di luar rumah sebagai guru, dokter, bidan, dan pekerjaan lainnya asalkan memenuhi syarat dan mematuhi pedoman-pedoman syari’ah “(Menutup aurat, menjaga pandangan, dan lain-lain).

Dilarang “berkhalwat”(berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan di tempat yang sepi)
“Dari Ibnu Abbas RA, bergotong-royong Rasulullah SAW bersabda : Janganlah sekali-kali salah seorang diantara kalin bersuyi-sunyi dengan perempuan lainnya kecuali disertai muhrimnya.” (HR. Bukhari Muslim dikutip Imam Nawawi dalam Tarjamah Riyadhus Shalihin).

Laki-laki tidak boleh berhias ibarat perempuan juga sebaliknya
“Dari Ibnu Abbas RA. Ia berkata : Rasulullah melaknat kaum laki-laki yang suka ibarat kaum perempuan dan melaknat kaum perempuan yang suka ibarat kaum laki-laki” (HR. Bukhari Muslim dikutip Imam Nawawi dalam Tarjamah Riyadhus Shalihin).

Islam menganjurkan menikah dalam usia muda bagi yang bisa dan shaum bagi yang tidak bisa
“Wahai sekalin pemuda, barang siapa diantara kau yang bisa nikah, maka nikahlah, sesungguhnya nikah itu bagimu sanggup menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan, naka kalau kau belum sanggup berpuasalah, sesunggunya puasa itu sebagai perisai”(HR.Muttafaaqun Alaihi).

Cara Bergaul yang Baik Menurut Ajaran Islam
Seorang mukmin dalam menjalankan kidupannya tidak hanya menjalin kekerabatan dengan Allah semata (habluuminallah), akan tetapi menjalin kekerabatan juga dengan insan (habluuminannas). Saling kasih sayang dan saling menghargai haruslah diutamakan, supaya terjalin kekerabatan yang harmonis. Rasulullah ‘saw bersabda: “Tidak” dikatakan beriman salah seorang di antaramu, sehingga kau menyayangi saudaramu, sebagaimana kau - menyayangi dirimu sendini”. (HR. Bukhari Muslim)

Tata cara bergaul dengan Orang bau tanah atau Guru
Islam merupakan agama yang sangat meniperhatikan keluhuran budi pekerti dan budbahasa mulia. Segala sesuatu yang semestinya diiakukan dan segala sesuatu yang semestinya ditinggalkan diatur dengan sangat rinci dalam pedoman Islam, sehingga semakin banyak orang mengakui (termasuk non-muslim) bahwa Islam merupakan pedoman agama yang sangat lengkap dan tepat serta tidak ada yang terlewatkan sedikit pun.

Rasulullah SAW diutus ke dunia ini untuk menyempurnakan budbahasa yang mulia, sehingga setiap insan sanggup hidup secara damai, tenteram, berdampingan, saling memahami, menghormati, dan menghargai satu sama lain, baik kepada yang lebih tinggi, yang lebih rendah, kepada sesama atau sahabat sebaya, kepada lawan jenis, dan sebagainya.

Rasulullah saw pernah bersabda:
اِنَّمَا بُعِثْتُ ِلاُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلاَخْلاَقِ -رَوَاهُ اْلبُخَارِيْ وَمُسْلِم
Artinya: “Aku diutus (ke dunia) hanya untuk menyempurnakan budbahasa terpuji”. (HR. Bukhari Muslim)

Hal pertama yang semestinya dilakukan setiap muslim dalam pergaulan sehari-hari yakni memahami dan menerapkan etika atau tata cara bergaul dengan orang tuanya. Adapun yang dimaksud dengan orang tua, sanggup dipaharni dalani tiga bagian, yaitu:
  1. Orangtua kandung, yakni orang yang telah melahirkan dan mengurus serta membesarkan kita (ibu bapak).
  2. Orang bau tanah yang telah menikahkan anaknya dan menyerahkan anak yang telah diurus dan dibesarkannya untuk diserahkan kepada seseorang yang menjadi pilihan anaknya dan disetujuinya. Orang bau tanah ini, lazim disebut dengan “mertua”.
  3. Orang bau tanah yang telah mengajarkan suatu ilmu, sehingga kita mengerti, dan memahami pengetahuan, mengenal Allah, dan memahami arti hidup, dialah “guru” kita.
Dalam Al-Quran maupun hadis, sanggup ditemukan banyak sekali keterangan yang memerintahkan untuk berbuat baik kepada orangtua. Sekalipun demikian, Islam tidak menyebutkan jenis-jenis perbuatan baik kepada kedua orangtua secara rinci, alasannya berbuat baik kepada kedua orang bau tanah bukan merupakan perbuatan yang dibatasi beberapa batasan dan rincian. Kewajiban berbuat baik kepada kedua orangtua sangat bergantung pada situasi dan kondisi, kemampuan, keperluan, perasaan manusiawi, dan adat istiadat setiap masyarakat.

Berbuat baik kepada kedua orangtua dalam banyak sekali bentuknya, disebut dengan “biruul walidain”. Di antara ayat yang menerangkan perihal hal ini yakni dongeng Nabi Zakaria bin Nabi Yahya dengan sifat-sifatnya yang mulia, sebagaimana digambarkan dalam Al-Quran surat Maryam ayat 14, Allah SWT. Berfirman:
“Dan seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka.” (QS. Maryam: 14)

Kewajiban berbuat baik kepada kedua orangtua juga diungkapkan di dalam bentuk kata ihsan, ma’ruf, dan rahmah. Hal ini sanggup dilihat dalam firman Allah Swt. surat Al-Isra ayat 23:

“Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kau jangan menyembah selain dia dan hendaklah kau berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. kalau salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya hingga berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kau menyampaikan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kau membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” (QS. Al-Isra 23)

Islam memperingatkan setiap anak, bahwa menyakiti perasaan orangtua merupakan suatu dosa besar dan waib atasnya untuk selalu menjaga perasaan kedua orangtuanya. Hak orangngtua dan anaknya tidak akan pernah sama dengan hak siapa pun di dunia. Jadi, segala bentuk ucapan, perbuatan, dan instruksi yang sanggup menyakiti kedua orangtuanya atau salah satunya merupakan perbuatan dosa, sekalipun hanya berupa perkataan “ah”, “cis”, atau “uff”, apalagi kalau hingga membentaknya.

Sesungguhnya Allah tidak akan penah meridai seseorang kecuali kita merendahkan diri kepada keduanya disentai kelembutan dan kasih sayang. Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Isra :
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil". (QS. A1-lsra: 24)

Berdasarkan ayat inilah, kita dianjurkan untuk selalu berdo’a bagi kedua orangtua setiap saat, termasuk setiap kali selesai melaksanakan salat lima waktu, dengan doa:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْلِى ذُنُوْبِى وَلِوَالِدَيَّ وَرْحَمْهُمَا كَمَارَبَّيَانِى صَغِيْرًا
Artinya: “Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku dan dosa-dosa kedua orangtuaku serta sayangilah mereka berdua sebagaimana mereka telah mendidikku semenjak kecil”.

Jadi, dan beberapa keterangan dalil di atas, baik dalil aqli maupun naqli, memperlihatkan bahwa kewajiban kita kepada kedua orangtua ialah untuk selalu berbakti kepadanya dan jangan sedikit pun melukai perasaan mereka, lantaran Allah tidak akan rida kepada kita. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw sebagai berikut :
عَنْ عَبْدِ اللهِ عَمْرِوَبْنِ اْلعَاصِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: رِضَى اللهِ فِى رِضَ الْوَالِدَيْنِ, وَصُخْتُ اللهِ فِى صُخْتِ الْوَالِدَيْنِ (رواه الترميذي)
Artinya: “Dan Abdullah bin Amr bin Ash, dan Nabi saw, ia bersabda: Keridaan Allah yakni pada keridaan ibu bapak, dan kemurkaan Allah yakni dalam kemurkaan ibu bapak”. (HR. Tirmidzi)

Adapun yang berkaitan dengan orangtua dalam makna yang ketiga, yakni orangtua dalam arti orang yang telah mengajarkan dan mendidik kita perihal pengetahuan dan kehidupan. Mereka yakni guru, ustadz, dosen, kyai, dan sebagainya. Sebagai seorang muslim, kita juga diperintahkan untuk menghormati dan memuliakan mereka. Dalam salah satu hadis, Rasulullah saw penah bersabda:
وَقِّرُوْ عَلَى مَنْ تَعَلَّمُوْا-رواه البخاري
Artinya: “Muliakanlah orang yang telah mengajarimu (suatu pengetahuan)”. (HR. Bukhari)

Tata Cara Bergaul dengan yang Lebih Tua
Pergaulan yang baik yakni pergaulan yang didasarkan pada nilai-nilai keikhlasan, kebersamaan, saling menguntungkan, sesuai dengan norma- norma kemasyarakatan dan tidak-bertentangan dengan aturan syara’, yakni sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan sunah Rasulullah SAW. Agama Islam mengajarkan kaum muslimin untuk melaksanakan pergaulan dan komuniikasi dengan sesama manusia, baik bersitat pribadi, maupun sosial. Melalui pergaulan dibutuhkan masing-masing sanggup saling memahami, menghargai, dan saling mengisi kekurangan dan kelemahan masing-masing.

Tujuan dan pergaulan sosial yakni untuk mencapai kondisi masyarakat sejahtera. maslahat, berlaku adil dengan menjunjung tinggi nilai-nilai persamaan. persatuan, dan akhlakul karimah. Dalam pergaulan sosial, kita dituntut untuk menjunjung tinggi hak dan kewajiban masing-masing, termasuk dalam pergaulan dengan orang yang lebih tinggi atau lebih bau tanah dari kita. orang yang lebih tinggi dari kita, sanggup dikategorikan menjadi 3 (tiga) bagian. yaitu:
1. Orang yang umurnya lebih bau tanah atau sudah tua,
2. Orang yang ilmu, wawasan, dan pemikirannva lebih tinggi, sekali pun bisa jadi umurnya lebih muda, dan
3. Orang yang harta dan kedudukannva lebih tinggi dan lebih banyak.

Dalam pergaulan sosial dengan mereka, hendaklah kita bersikap masuk akal dan menghormatinya, mendengarkan pembicaraannya, serta wajib mengingatkan kalau mereka keliru dan herbuat kejahatan, dengan cara-cara yang lebih baik. Kita juga tidak boleh memperlakukan mereka secara berlebihan, contohnya terlalu hormat dan tunduk melebihi apa pun, sekalipun mereka salah. Hal ini sungguh tidak dibenarkan, alasannya yang paling mulia di antara kita bukan umur, ilmu, pangkat, harta, dan kedudukannya, akan tetapi lantaran kualitas takwanya kepada Allah Swt. Hal ini sesuai dengan salah satu hadis Rasulullah saw dalam riwayat Thabrani:
إِنَّ اللهَ تَعَالَى لاَيَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلاَ إِلَى اَحْسَابِكُمْ وَلاَ اِلَى اَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ اِلَى قُلُوْبِكُمْ وَاَعْمَالِكُمْ -رواه الطبرانى
Artinya: “Sesungguhnya Allah Swt. tidak melihat ruhmu, kedudukan, dan harta kekayaanmu, tetapi Allah melihat apa yang ada dalam hatimu dan amal perbuatanmu”. (HR. Thabrani)

Tata Cara Bergau1 dengan yang Lebih Muda
Dalam menjalankan pergaulan social, Islam melarang umatnya untuk membeda-bedakan insan lantaran hal-hal yang bersifat duniawi, mirip harta, tahta, umur, dan status sosial lainnya. akan tetapi yang terbaik yakni bersikap masuk akal sebagaimana mestinya sesuai dengan tuntutan pedoman agama dan tidak bertentangan dengan norma-norma kehidupan.

Tidak sanggup dihindari, kita juga pasti berkomunikasi dan bergaul dengan orang yang umur dan strata sosialnya lebih rendah dan kita. Kita sama sekali tidak boleh untuk merendahkan dan meremehkannya.

Kita diperintahkan untuk selalu berusaha menyayangi orang yang umurnya lebih muda dari kita. Bahkan Rasulullah SAW menyatakan dalam satu hadisnya bahwa bukan termasuk golongan umatku, mereka yang tidak menyayangi yang lebih muda. Beliau bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَلَمْ يَعْرِفْ حَقًّ كَبِيْرَناَ -رواه الطبرانى
Artinya: ‘Bukan termasuk golongan umatku, orang yang tidak menyayangi yang lebih kecil (lebih muda), dan tidak memahami hak-hak orang yang lebih besar (tinggi / dewasa)”. (HR. Thabrani)

Seseorang yang usianya lebih muda, bisa saja amal perbuatannya dan akhlaknya lebih baik dibandingkan dengan orang yang telah berumur dewasa, bahkan telah berusia lanjut. Jadi, umur seseorang tidak menjamin hidupnya lebih mulia dan berkualitas, sekali pun semestinya semakin bertambah (bilangan) umur (hakikatnya berkurang), harus semakin baik amalnya, semakin mulia akhlaknya, dan semakin bijak sikapnya.

Kenyataannya, dalam kehidupan sosial, kita menemukan hal yang justru sebaliknya. Ada yang usianya sudah lebih bau tanah dan dianugerahi panjang umur oleh Allah Swt. akan tetapi kualitas hidupnya tidak Iebih baik dibandingkan dengan yang lebih muda. Nauzubillah.

Dalam salah satu hadis Rasulullah saw riwayat Ahmad, dikemukakan bahwa terinasuk orang yang terbaik, kalau umurya panjang dan amal perbuatannya baik. Rasulullah saw bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ مَنْ طَالَ عَمْرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ وَشَرُّ النَّاسِ مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ -رواه احمد
Artinya: “Sebaik-baik insan adalah, mereka yang panjang umurnya dan sangat baik amalnya. Dan sejelek-jelek insan yakni orang yang panjang umurnya, tetapi buruk amal perbuatannya” (HR.Ahmad)

Jika kita bergaul dengan yang lebih muda, dan kebetulan kita merasa sudah lebih remaja serta berpengalaman, hendaldah kita membimbing, rnengarahkan dan mengajarkan kepada mereka hal-hal yang baik biar bermakna bagi kehidupannya.

Inilah yang dikehendaki dalam pedoman agama Islam, sehingga orang yang lebih bau tanah hidupnya lebih bermanfaat lantaran wawasan dan pengalamannya, sedangkan orang yang lebih bau tanah sanggup memanfaatkan kelebihan yang dimiliki orang yang lebih tua. Rasulüllah saw bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ-رواه البخاري
Artinya: ”Sebaik-baik diantara insan yakni yang paling besar keuntungannya bagi sesamanya”. (HR. Bukhari)

Tata Cara Bergaul dengan Teman Sebaya
Islam yakni agama yang dilandasi persatuan dan kasih saying. Kecenderungan untuk saling mengenal dan berkomunikasi satu dengan yang lainnya merupakan suatu hal yang diatur dengan lengkap dalam pedoman Islam. Islam tidak mengajarkan umatnya untuk hidup menyendiri, termasuk melaksanakan ibadah ritual sendirian di tempat tersembunyi sepi, terpencil, dnn jauh dari peradaban manusia.

Merupakan suatu hal yang masuk akal dan diajarkan oleh Islam, kalau insan bergaul dengan sesamanya sebaik mungkin, dilandasi ketulusan, keikhlasan, kesabaran, dan hanya mencari keridaan Allah Swt. Rasulullah saw hersabda:
المُؤْمِنُ الًّذِيْ يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى اَذَاهُمْ خَيْرٌ مِنَ اْلمُؤْمِنَ الَّذِى لاَيُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى اَذَاهُمْ (رواه الترميذي)
Artinya : “Seorang mukmin yang bergaul dengan sesama insan serta bersabar (tanhan uji) atas segala gangguan, mereka lebih baik daripada orang mukmin yang tidak bergaul dengan yang lainnya serta tidak tahan uji atas gangguan mereka”. (HR. Tirmidi)

Bergaul dengan sesama atau sahabat sebaya, baik dalam umur, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya, kadang kala tidak selalu berjalan mulus. Mungkin saja terjadi hal-hal yang tidak dibutuhkan mirip terjadi salah pengertian (mis understanding) atau bahkan ada sahabat yang zaim terhadap kita serta suka membuat gara-gara dan masalah.

Menghadapi kasus mirip itu, hendaklah kita mensikapi dengan sikap terbaik yang kita miliki. Jika ada yang berbuat salah, hendaklah kita segera memaafkan kesalahanya sekalipun orang yang berbuat salah tidak meminta maaf. Begitu juga apabila kita berbuat kesalahan atau kekeliruan, hendaklah kita segera meminta maaf kepada orang yang kita sakiti, baik disengaja maupun tidak disengaja. Perkara orang itu memaafkan kita atau tidak, itu bukan urusan kita. Kewajiban kita yakni segera meminta maaf dan memaafkan. Janganlah kita termasuk orang yang sebagaimana dikemukakan Rasulullah saw dalam sabdanya:
مَنِ اعْتَذَرَ اِلَى أَخِيْهِ اْلمُسْلِمِ فَلَمْ يَقْبَلْ مِنْهُ كَانَ عَلَيْهِ مِثْلُ خَطِيْئَةِ صَاحِبِ مَكْسٍ (رواه ابن ماجه)
Artinya: “Barangsiapa yang meminta maaf kepada saudaranya yang trend sedangkan ia tidak mau memaafkannya, maka ia mempunyai dosa sebesar dosa orang yang merampok”. (HR. lbnu Majah)

Jika mempunyai masalah, bicarakanlah dengan sebaik-baiknya, sehingga masing-masing bisa saling memahami dan saling memaafkan. Kita tidak boleh untuk bermusuhan, apalagi dalam waktu yang cukup lama. Rasulullah Saw bersabda:
لاَيَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثِ أَياَّمٍ يَلْتَقِياَنِ فَيُعْرِضُ هَذَا وَيُعْرِضُ هَذَا وَخَيْرُهُمَا الَّذِيْ يَبْذَأُ بِالسَّلاَمِ (متفق عليه)
Artinya : “Tidaklah lialal bagi seorang muslini nzendiamkan (tidak mengajak bicara) sit van in yang muslim lebih dan tiga han. Jika kedvanya berteinu, kemudian in’memalingkan muka, dan yang lain pun demikian juga. Dan yang paling baik di antara keduaniia yakni yang terlebili daizulu inengucapkan salam”. (HR. Bukhari Muslim)

Pergaulan dengan sahabat sebaya termasuk dengan siapa pun harus dilandasi kasih sayang dan keikhlasan Allah tidak akan menyayangi seseorang kalau tidak menyayangi sesamaya. Dalam salah satu hadis Rasulullah saw bersabda:
مَنْ لاَ يَرْحَمُ النَّاسَ لاَ يَرْحَمْهُ الله ُ(متفق عليه
Artinya: “Barangsiapa yang tidak menyayangi sesama manusia, pasti tidak akan disayangi oleh Allah”. (HR. Bukhari Muslim)

Tata Cara Bergaul dengan Lawan Jenis
Allah telah membuat segala sesuatu di dunia ini dengan sempurna, teratur, dan berpasang-pasangan. Ada langit dan ada bumi, ada siang dan ada malam, ada dunia ada akhirat, ada nirwana dan neraka, ada bau tanah dan ada muda, ada laki-laki dan ada perempuan.

Laki-laki dan perempuan: merupakan makhluk Allah yang telah diciptakan scara berpasang-pasangan. jadi, merupakan suatu keniscayaan dan sangat wajar, kalau terjadi pergaulan di antara mereka. Dalam pergaulan tersebut, masing-masing berusaha untuk saling mengenal. Bahkan lebih jauh lagi, ada yang berusaha saling memahami, saling mengerti dan ada yang hingga hidup bersama dalam kerangka hidup berumah tangga. lnilah indahnya kehidupan.

Laki-laki dan perempuan ditentukan dalam sunah Allah untuk saling tertarik satu dengan yang lainnya. Laki-laki tertarik dengan perempuan, demikian juga sebaliknya, perempuan tertarik kepada laki-laki. Allah Swt. menawarkan rasa indah untuk saling menyayangi di antara mereka. Tidak jarang juga masing-masing merindukan yang lainnya. Rindu untuk saling menyapa, saling melihat, serta saling membenci atas. dasar ketulusan dan kasih sayang.

Pergaulan yang baik dengan lawan jenis. Hendaklah tidak didasarkan pada nafsu (syahwat) yang sanggup menjerumuskan pada pergaulan bebas yang tidak boleh agama. Inilah yang tidak dikehendaki dalam Islam. Islam sangat memperhatikan batasan-batasan yang sangat terang dala pergaulan antara laki-laki dengan perempuan.

Seorang laki-laki yang bukan muhrim, tidak boleh untuk berduaan di tempat-tempat yang memungkinkan melaksanakan perbuatan yang dilarang. Kalau pun bahu-membahu sebaiknya disertai oleh muhrimnya atau minimal ditemani tiga orang, yaitu: dua laki-laki dan satu perempuan. atau Juga pergaulan untuk mencar ilmu atau bergaul kalau ada dua orang perempuan dan seorang laki-laki. Hal ini memungkinkan untuk lebih menjaga diri.

Salah satu hadits mengemukakan bahwa kalau seseorang pergi dengan orang lain yang bukan muhrimnya serta berlinan jenis kelamin, maka yang ketiganya pasti syetan yang selalu berusaha untuk menjerumuskan dan menghinakan. ltulah yang disinyalir dalam ayat A!-Quran, biar jangan mendekati zina. Mendekatinya sudah tidak boleh dan haram, apalagi melakukannya. Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Isra ayat 32:

‘Dan janganlah kau mendekati zina. Sesungguhnya zina itu yakni suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra: 32)

Mencintai dan menyayangi seseorang merupakan hal yang wajar. Hendaklah pikiran dan perasaan kita arahkan kepada hal-hal yang positif, dan bukan sebaliknya. Contohnya, lantaran cinta dan sayang, seseorang mengorbankan segalanya termasuk hal-hal yang paling “berharga” dan tidak boleh oleh Allah Swt. Membuktikannya, hendaklah dengan sesuatu yang diridai oleh Allah. Hal inilah yang dikemukakan oleh Rasulullah saw dalam hadis riwayat Abu Daud dan Tirmidzi:
إِذَا أَحَبَّ اَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُخْبِرْ (رواه ابوداود والترميدى)
Artinya: “Jika salah seorang di antara kau menyayangi saudaranya, hendaklah ia membuktikannya”. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

Islam mengajarkan biar dalam pergaulan dengan lawan jenis untuk senantiasa saling menjaga diri, menghormati dan menghargai atas dasar kasih sayang yang tulus lantaran Allah, bukan lantaran derajat, pangkat, harta, keturunan, tetapi semata-mata hanya lantaran Allah. Hal ini pernah diriwayatkan dalam salah satu hadis dari Umar bin Khattab, yang diriwayatkan oleh Abu Daud, suatu ketika Rasulullah saw pernah bersabda,

Yang artinya: “Bahwasannya di antara hamba-hamba Allah ada insan yang bukan nabi-nabi, hukan pula para syuhada’,tetapi sangat tinggi kedudukan di sisi Allah. Para sahabat bertanya: “Siapakah gerangan orang itu, ya Rasullullah”:Nabi saw menjawab: “itulah orang yang saling menyayangi (menyayangi), lantaran harta. Demi Allah, maka wajah mereka bersinar-sinar, tiada merasa kekuatan dikala mereka dalam keadaan ketakutan” (HR. Abu Daud).

Sesudah itu, Rasulullah saw membaca ayat:
اَلاَ اِنَّ اَوْلِيَاءَ اللهِ لاَخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُوْنَ
Artinya: “Ketahuilah, bahwa wali-wali (penolong) Allah, mereka tidak merasa takut dan tidak merasa bersedih ‘. (Sumber. Khuluqul Muslim”, karangan Muhammad Al-Ghazali)

Cinta lantaran Allah merupakan klimaks dan tingginya kualitas iman seseorang Hasilnya tidak sanggup dilihat, melainkan hanya sanggup dirasakan oleh orang yang telah nyaris tepat keikhlasanya. Cinta yang mendalam. ini merupakan bukti kesempurnaan serta ketulusan iman, yang kedua-duanya berhak untuk mendapat pahala yang paling besar di sisi Allah, sebagaimana saba Rasulullah saw:
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ اْلاِيْمَانِ: أَنْ يَكُوْنَ الله وَرَسُوْلُهُ اَحَبَّ اِلَيْهِ مِمَّاسَوَاهُهُمَا وَاَنْ يُحِبَّ فِى اللهِ وَيَبْغَضَ فِى الله وَاَنْ تُوْقَدُ نَارٌ عَظِيْمَةٌ فَيَقَعُ فِيْهَا اَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ اَنْ يُسْرِكَ بِااللهِ سَيِّئًا (رواه مسلم
Artinya: “Ada tiga perkara, barangsiapa yang terdapat padanya ketiga hal tersebut, maka akan mencicipi yummy (manisnya) iman: “Jika ia menyayangi Allah dan rasulnya melebihi yang lainnya; Mencintai dan membenci semata-mata hanya lantaran Allah; Jika dilemparkan ke dalam api neraka yang menyala-nyala, lebih disukai daripada syirik (menyekutukan) Allah”. (HR. Muslim)

Orang yang bersahabat, bergaül, dan berkomunikasi dengan yang lainnya hanya lantaran Allah, tandanya yakni senantiasa berusaha untuk mendoakan dengan tulus. Dalam hal ini, Rasulullah saw penah bersabda:
إِذَادَعَا الرَّجُلُ لاَِخِيْهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ قَالَ اْلمَلَكُ: وَلَكَ مِثْلُ ذَالِكَ (رواه مسلم)
Artinya: “Jika seseorang berdoa untuk sahabatnya di belakangnya (jaraknya berjauhan), maka berkatalah malaikat: “Dan untukmu pun mirip itu”. (HR. Muslim)
Apa saja yang harus dijaga biar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas ?

Kita sudah ketahui bersama bagaimanakah kehidupan cowok lajang dikala ini. Pergaulan bebas bukanlah suatu yang abnormal lagi di tengah-tengah mereka. Tidak mempunyai kekasih dianggap tabu di tengah-tengah mereka. Hubungan yang melampaui batas layaknya suami istri pun seringkali terjadi. Bahkan ada yang hingga putus sekolah gara-gara kasus ini. Sungguh, inilah tanda semakin dekatnya hancur dunia.

Berbicara perihal remaja selalu mendapat tanggapan yang beraneka ragam. Sayangnya, kini ini kesan yang ada dalam benak masyarakat justru cenderung kebanyakan negatif. Dimulai dari perkelahian antar pelajar, pergaulan bebas, kebut-kebutan, tindakan kriminal mirip pencurian dan perampasan barang orang lain, pengedaran dan pesta obat-obat terlarang, bahkan yang kini lagi heboh . Apalagi kini terpaan media informasi di kala millennium ini semakin merambah dengan cepat. Di tempat yang tidak diduga sekalipun bahkan terpencil ada saja tempat untuk pemutaran film-film yang tidak baik. Rental VCD bertebaran di setiap tempat, belum lagi media cetak yang demikian bebas mengumbar informasi sensual dan kemesuman Satu kasus yang perlu mendapat perhatian serius yakni bebasnya kekerabatan antar jenis diantara cowok yang nantinya menjadi tonggak pembaharuan. Islam sangat memperhatikan kasus ini dan banyak menawarkan rambu-rambu untuk bisa berhati-hati dalam melewati masa muda. Suatu masa yang akan ditanya Allah di hari simpulan zaman diantara empat masa kehidupan di dunia ini. Islam telah mengatur etika pergaulan remaja. Perilaku tersebut merupakan batasan-batasan yang dilandasi nilai-nilai agama. Oleh lantaran itu sikap tersebut harus diperhatikan, dipelihara, dan dilaksanakan oleh para remaja. Perilaku yang menjadi batasan dalam pergaulan yakni :

Ketahuilah Bahaya Zina
Allah Ta’ala dalam beberapa ayat telah menerangkan ancaman zina dan menganggapnya sebagai perbuatan amat buruk. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kau mendekati zina; sesungguhnya zina itu yakni suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’: 32)

Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melaksanakan yang demikian itu, pasti dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (QS. Al Furqon: 68). Artinya, orang yang melaksanakan salah satu dosa yang disebutkan dalam ayat ini akan mendapat siksa dari perbuatan dosa yang ia lakukan.

Ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, dosa apa yang paling besar di sisi Allah?” Beliau bersabda, “Engkau mengakibatkan bagi Allah tandingan, padahal Dia-lah yang menciptakanmu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda, “Engkau membunuh anakmu yang dia makan bersamamu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda,
ثُمَّ أَنْ تُزَانِىَ بِحَلِيلَةِ جَارِكَ
“Kemudian engkau berzina dengan istri tetanggamu.” Kemudian akhirnya Allah turunkan surat Al Furqon ayat 68 di atas. Di sini memperlihatkan besarnya dosa zina, apalagi berzina dengan istri tetangga.

Dalam hadits lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا زَنَى الرَّجُلُ خَرَجَ مِنْهُ الإِيمَانُ كَانَ عَلَيْهِ كَالظُّلَّةِ فَإِذَا انْقَطَعَ رَجَعَ إِلَيْهِ الإِيمَانُ
“Jika seseorang itu berzina, maka iman itu keluar dari dirinya seolah-olah dirinya sedang diliputi oleh gumpalan awan (di atas kepalanya). Jika dia lepas dari zina, maka iman itu akan kembali padanya.”

Inilah besarnya ancaman zina. Oleh karenanya, syariat Islam yang mulia dan begitu tepat hingga menutup banyak sekali pintu biar setiap orang tidak terjerumus ke dalamnya. Jika seseorang mengetahui ancaman zina dan akibatnya, seharusnya setiap orang semakin takut pada Allah biar tidak terjerumus dalam perbuatan tersebut. Rasa takut pada Allah dan siksaan-Nya yang nanti akan membuat seseorang tidak terjerumus di dalamnya.

Rajin Menundukkan Pandangan
Seringnya melihat lawan jenis dengan pandangan penuh syahwat, inilah panah setan yang paling gampang mengantarkan pada maksiat yang lebih parah. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (٣٠) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu yakni lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada perempuan yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya.” (QS. An Nur: 30-31)

Allah Ta’ala juga menerangkan bahwa setiap insan akan ditanya apa saja yang telah ia lihat, sebagaimana terdapat dalam firman Allah:
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al Isro’: 36)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melarang duduk-duduk di tengah jalan lantaran duduk semacam ini sanggup mengantarkan pada pandangan yang haram. Dari Abu Sa'id Al Khudriy radhiyallahu 'anhuma, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
« إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ » . فَقَالُوا مَا لَنَا بُدٌّ ، إِنَّمَا هِىَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا . قَالَ « فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلاَّ الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهَا » قَالُوا وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ قَالَ « غَضُّ الْبَصَرِ ، وَكَفُّ الأَذَى ، وَرَدُّ السَّلاَمِ ، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ ، وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ »
"Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan". Mereka bertanya, "Itu kebiasaan kami yang sudah biasa kami lakukan lantaran itu menjadi majelis tempat kami bercengkrama". Beliau bersabda, "Jika kalian tidak mau meninggalkan majelis mirip itu maka tunaikanlah hak jalan tersebut". Mereka bertanya, "Apa hak jalan itu?" Beliau menjawab, "Menundukkan pandangan, menyingkirkan gangguan di jalan, menjawab salam dan amar ma'ruf nahi munkar". (HR. Bukhari no. 2465)

Dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.
"Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengenai pandangan yang tidak di sengaja. Maka dia memerintahkanku supaya memalingkan pandanganku." (HR. Muslim no. 2159)

Awal dorongan syahwat yakni dengan melihat. Maka jagalah kedua biji mata ini biar terhindar dari budi bulus syaithan. Tentang hal ini Rasulullah bersabda, “Wahai Ali, janganlah engkau iringkan satu pandangan (kepada perempuan yang bukan mahram) dengan pandangan lain, lantaran pandangan yang pertama itu (halal) bagimu, tetapi tidak yang kedua!” (HR. Abu Daud).

Menjauhi Campur Baur (Kholwat) yang Diharamkan
Di antara dalil yang memperlihatkan haramnya kholwat (campur baur antara laki-laki dan perempuan) yakni hadits-hadits berikut.
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
« إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ » . فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ . قَالَ « الْحَمْوُ الْمَوْتُ »
"Janganlah kalian masuk ke dalam tempat kaum wanita." Lalu seorang laki-laki dari Anshar berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda mengenai ipar?" dia menjawab: "Ipar yakni maut." (HR. Bukhari no. 5232 dan Muslim no. 2172)

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ » . فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ امْرَأَتِى خَرَجَتْ حَاجَّةً وَاكْتُتِبْتُ فِى غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا . قَالَ « ارْجِعْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ »
“Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan ditemani mahromnya." Lalu seorang laki-laki bangun seraya berkata, "Wahai Rasulullah, isteriku berangkat hendak menunaikan haji sementara saya diwajibkan untuk mengikuti perang ini dan ini." Beliau bersabda, "Kalau begitu, kembali dan tunaikanlah haji bersama isterimu." (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341)

Dari ‘Umar bin Al Khottob, ia berkhutbah di hadapan insan di Jabiyah (suatu perkampungan di Damaskus), kemudian ia membawakan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا
“Janganlah salah seorang diantara kalian berduaan dengan seorang perempuan (yang bukan mahramnya) lantaran setan yakni orang ketiganya, maka barangsiap yang besar hati dengan kebaikannya dan sedih dengan keburukannya maka dia yakni seorang yang mukmin." (HR. Ahmad 1/18. Syaikh Syu’aib Al Arnauth menyampaikan bahwa sanad hadits ini shahih, para perowinya tsiqoh sesuai syarat Bukhari-Muslim)

Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ لاَ يَبِيتَنَّ رَجُلٌ عِنْدَ امْرَأَةٍ ثَيِّبٍ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ نَاكِحًا أَوْ ذَا مَحْرَمٍ
”Ketahuilah! Seorang laki-laki bukan muhrim tidak boleh bermalam di rumah perempuan janda, kecuali kalau dia telah menikah, atau ada muhrimnya.” (HR. Muslim no. 2171)

Wanita Hendaklah Meninggalkan Tabarruj. Inilah yang diperintahkan bagi perempuan muslimah. Allah Ta’ala berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan hendaklah kau tetap di rumahmu dan janganlah kau ber-tabarruj mirip orang-orang jahiliyyah pertama.” (QS. Al Ahzab : 33).

Abu ‘Ubaidah menyampaikan
“Tabarruj yakni menampakkan kecantikan dirinya.” Az Zujaj mengatakan, “Tabarruj yakni menampakkan perhiasaan dan setiap hal yang sanggup mendorong syahwat (godaan) bagi kaum pria.”

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah saya lihat: [1] Suatu kaum yang mempunyai cambuk mirip ekor sapi untuk memukul insan dan [2] para perempuan yang berpakaian tapi telanjang, mengajak orang lain untuk tidak taat, dirinya sendiri jauh dari ketaatan, kepalanya mirip punuk unta yang miring. Wanita mirip itu tidak akan masuk nirwana dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)

Berhijab Sempurna di Hadapan Pria. Sebagaimana Allah Ta’ala firmankan,
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Apabila kau meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (QS. Al Ahzab: 53)

Konteks pembicaraan dalam ayat ini yakni khusus untuk istri Nabi. Namun illah dalam ayat tersebut dimaksudkan umum sehingga hukumnya pun berlaku umum pada yang lainnya. Illah yang dimaksud adalah,
ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka”.

Juga kalau kita perhatikan kelanjutan ayat, maka hijab tersebut berlaku bagi perempuan mukmin lainnya. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, bawah umur perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih gampang untuk dikenal, lantaran itu mereka tidak di ganggu.” (QS. Al Ahzab: 59)

Ditambah lagi dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari ‘Abdullah bin Mas’ud,
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
"Wanita itu yakni aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata laki-laki." (HR. Tirmidzi no. 1173. Tirmidzi menyampaikan bahwa hadits ini hasan ghorib. Syaikh Al Albani menyampaikan bahwa hadits ini shahih)

Upaya-Upaya Untuk Mencegah biar Remaja tidak Terjerumus dalam Pergaulan Bebas itu.
1. Sikap atau cara yang bersifat preventif.
Yaitu perbuatan / tindakan orang bau tanah terhadap anak yang bertujuan untuk menjauhkan seorang anak dari perbuatan buruk atau dari lingkungan pergaulan yang buruk. Dalam hal sikap yang bersifat preventif, pihak orang bau tanah sanggup menawarkan atau mengadakan tindakan sebagai berikut :
a. Menanamkan rasa disiplin dari ayah terhadap anak.
b. Memberikan pengawasan dan proteksi terhadap anak oleh ibu.
c. Pencurahan kasih sayang dari kedua orang bau tanah terhadap anak.
d. Menjaga biar tetap terdapat suatu kekerabatan yang bersifat intim dalam satu ikatan keluarga.

Disamping keempat hal yang diatas maka hendaknya diadakan pula :
a. Pendidikan agama untuk meletakkan dasar moral yang baik dan berguna.
b. Penyaluran talenta terhadap anak ke Arab pekerjaan yang mempunyai kegunaan dan produktif.
c. Rekreasi yang sehat sesuai dengan kebutuhan jiwa anak.
d. Pengawasan atas lingkungan pergaulan anak sebaik - baiknya.

2. Sikap atau cara yang bersifat represif.
Yaitu pihak orang bau tanah hendaknya ikut serta secara aktif dalam kegiatan sosial yang bertujuan untuk menanggulangi kasus kenakalan anak mirip menjadi anggota tubuh kesejahteraan keluarga dan anak, ikut serta dalam diskusi yang khusus mengenai kasus kesejahteraan anak - anak. Selain itu pihak orang bau tanah terhadap anak yang bersangkutan dalam kasus kenakalan hendaknya mengambil sikap sebagai berikut :
a. Mengadakan introspeksi sepenuhnya akan kealpaan yang telah diperbuatnya sehingga menimbulkan anak terjerumus dalam kenakalan pergaulan bebas.
b. Memahami sepenuhnya akan latar belakang daripada kasus kenakalan yang menimpa anaknya.
c. Meminta santunan para andal (psikolog atau petugas sosial) di dalam mengawasi perkembangan kehidupan anak, apabila dipandang perlu.

KESIMPULAN
  1. Etika bergaul yang baik berdasarkan Islam yaitu menyangkut larangan-larangan yang harus dijaga oleh insan sesuai dengan apa yang telah di ungkapkan oleh telah pedoman islam.Yaitu bedasarkan Al-Qur’an dan hadist.
  2. Tata cara bergaul yang baik berdasarkan pedoman Islam yaitu dimana kita sanggup beradaptasi dengan orang yang kita hadapi yang sesuai dengan kaidah-kaidah agama yang telah ada.Sehingga kiata sanggup mengetahui batasan-batasan terhadap dalam pergaulan sesuai tingkatan usia.
  3. Dari penjelasan-penjelasan yang sudah saya simpulkan di atas kita sanggup mengetahui bahwa akhir pergaulan bebas sanggup merusak diri-sendiri dan menghancurkan masa depan kita. Dengan akhir pergaulan bebas sanggup menjerumuskan kita pada tindakan-tindakan negatif lainnya. Di samping itu, dengan akhir pergaulan bebas berarti telah mendaftarkan diri kita pada pergaulan yang merusak moral.
SARAN
  1. Agar kita harus senantiasa membaca dan mempelajari Al-Q ur’an dan hadist perihal etika pergaulan yang baik.Sehingga kita sanggup mengetahui dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
  2. Saran saya sebagai penulis yakni kita harus mempunyai suatu batasan-batasan perihal hidup khususnya dalam pergaulan.Supaya kita sanggup bergaul sesuai dengan apa yang diajarkan oleh agama.
  3. Saran saya pada pembaca yaitu biar mengetahui informasi perihal akhir pergaulan bebas sedini mungkin biar kita tidak terjerumus pada pergaulan bebas yang sanggup merusak moral kita sebagai umat muslim.Hendaklah kita selalu menjaga diri kita dari ligkungan yang tidak benar, lantaran sudah dijelaskan bahwa pergaulan itu sanggup merusak moral kita.
DAFTAR PUSTAKA
AIDS. 2003. Pacaran ( termasuk pergaulan bebas ). Banten : Pengaruh – Pengaruh
Google, islami. 2005. Akibat Pergaulan Bebas. Kalimantan: HIV/AIDS
http://www.alislam.or.id/artikel/arsip/00000028.html
http://dian-pergaulanbebas.blogspot.com/
Ibnu Rusjid: Pergaulan Yang Sehat Secara Islam, Penerbit Wijaya,tahun 1963
http://remajaislam.com/gaya-muda/pra-nikah/35-kiat-agar-tidak-terjerumus-dalam-kelamnya-zina-1.html