Awas...!!! Memandang Lawan Jenis Dengan Syahwat


Judul : Awas...!!! Memandang Lawan Jenis Dengan Syahwat
link : Awas...!!! Memandang Lawan Jenis Dengan Syahwat


Awas...!!! Memandang Lawan Jenis Dengan Syahwat

Diantara hal yang diharamkan oleh Islam – menyangkut naluri seseorang – ialah lelaki berlama-lama memandang perempuan atau sebaliknya. Karena mata yakni kunci pembuka hati, sedang memandang kepada lawan jenis sanggup mengantarkan fitnah dan perzinaan.
Awas...!!! Memandang Lawan Jenis dengan Syahwat
Oleh alasannya yakni itu Allah mengarahkan perintah-Nya kepada orang Mu’min pria dan perempuan secara keseluruhan biar mereka menundukan pandangannya. Perintah ini diiringi dengan dengan perintah menjaga kemaluan:

“Katakanlah kepada orang-orang pria yang beriman:’Hendaklah mereka menahan pandangannya. Yang demikian itu yakni lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.” (an-Nur:30)

“Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman :’Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecualai yang biasa tampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka , atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka , atau saudara-saudara pria mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki , atau pelayan-pelayan pria yang tidak memiliki impian (terhadap wanita), atau bawah umur yang belum mengerti ihwal aurat perempuan . Dan janganlah mereka memukulkan (menghentakkan), kaki mereka biar diketahui suplemen yang mereka sembunyikan.” (an-Nur:31)


Di dalam kedua ayat ini terdapat sejumlah pengarahan pengarahan Ilahi, diantaranya terdapat dua pengarahan bagi kaum pria dan perempuan secara bersama-sama, yaitu menahan pandangan dan memelihara kemaluan, disamping pengarahan lainnya secara khusus ditujukan kepada kaum wanita.

Perlu diperhatikan bahwa kedua ayat itu memerintahkan kita untuk menahan sebagian pandangan , bukan menahan pandangan secara total. Sedang mengenai dilema memelihara kemaluan ayat itu tidak mengetakan: ”Wa yahfazhuu min furuuzihim“ dengan memakai karakter “min” yang menyatakan lit-tab’idh/sebagian-penj.), sebagaimana Dia menyampaikan “Yaghudhdhuu min abshaarihim” (dengan memakai karakter “min” yang menyatakan tab’idh-Penj.) dalam dilema pandangan. Karana dalam dilema kemaluan , kita diperintahklan untuk menjaganya secara total tanpa da toleransi sekalipun. Sedangakan dilema pandangan, Allah memberi toleransi sedikit bagi insan untuk menghilangkan kesulitan dan menjaga kemaslahatan sebagaimana akan kita lihat nanti.

Menahan pandangan bukan berarti menutup atau memejamkan mata sama sekali , atau menundukan kepala ke tanah saja, alasannya yakni bukan ini yang dimaksudkan di samping tidak akan bisa dilaksanakan. Sebagaimana halnya menahan bunyi yang tercantum dalam firman Allah :”Dan tahanlah suaramu “ (Q.S. Luqman:19) bukan berarti menutup ekspresi rapat-rapat tanpa berbicara sama sekali.

Yang dimaksud dengan menahan pandangan ialah menjaganya dan tidak melepas kendali secara liar. Pandangan yang terpelihara ialah apabila memandang lawan jenis tidak mengamat-amati kecantikannya, tidak berlama-lama memandangnya, dan tidak memelototi apa yang dilihatnya. Oleh alasannya yakni itu Rasulullah saw berpesan kepada Ali bin Abi Thalib:

“Wahai Ali, janganlah engkau ikuti satu pandangan dengan pandangan yang lain (yakni memandang dan memandang lagi). Karena kau hanya diperbolehkan pada pandangan yang pertama saja, sedang pandangan berikutnya tidak diperbolehkan.”(HR: Bukhari)

Nabi saw mengangggap pandangan liar dan memelototi lawan jenis itu sebagai perbuatan zina mata. Beliau bersabda: “Dua mata bisa berzina, dan zinanya yakni memandang.”(HR:bukhari)

Beliau menyebutnya dengan “zina” alasannya yakni memandang lain jenis merupakan salah satu bentuk taladzddzudz (bersenag-senang atau menikmati) dan memuaskan naluri denagan cara yang tidak dibenarkan syara’.

Pandangan yang lapar dan mencari kepuasan ini bukan hanya membahayakan kesucian budbahasa saja, akan tetapi juga membahayakan kestabilan fikiran dan ketenangan hati, sehingga membuatnya kacau dan goncang. Seorang pujangga berkata:
“Bila kau lepaskan pandanganmu untuk mencari kepuasan hati
Pada suatu waktu pandangan itu akan menyusahkanmu
Engkau tidak tahan melihat semuannya
Bahkan terhadap sebagiannya pun engkau tak bisa tahan.”