Mengapa Saya Dilarang? Ortu Tidak Adil...


Judul : Mengapa Saya Dilarang? Ortu Tidak Adil...
link : Mengapa Saya Dilarang? Ortu Tidak Adil...


Mengapa Saya Dilarang? Ortu Tidak Adil...

Pernahkah diantara adek-adek merasa bahwa ortu bersikap kurang adil? sering kali melarang-larang kita? terlalu over protective? Orang bau tanah melarang kita pergi padahal kita sudah berjanji kepada teman-teman bahwa kita akan ikut serta. Jika kita tanya "kenapa?" jawabannya hanyalah "pokoknya bla.. bla.. bla" atau bahkan tidak ada balasan sama sekali. Wuuuiiits... eksklusif deh bibir jadi tambah moncong 5 senti.

Atau kita ingin berpacaran dengan si "A" tapi ortu tidak setuju.. segera deh ambil kolam dan diisi air mata, nangis semalaman. Atau juga harus pulang tidak lebih dari jam 22.00, Whatssss? padahal bintang tamu konser musiknya nya aja gres naek pentas jam 23.00.

Atau mungkin ketika tidak boleh oleh ortu, adek-adek ada pemikiran "aaaah.. jaman sampaumur ortu dulu kan beda bila dibandingkan jaman sekarang.." Ya pastilah beda banget geetoohh..

Jika iya, saya sarankan tolong segera dihapus pemikiran dan perasaan menyerupai itu. Lho kenapa?

Dampak negatif dari salah pergaulan atau salah ambil keputusan baik itu jaman dulu ataupun jaman kini yakni sama, yaitu MERUSAK MASA DEPAN. Contohnya menyerupai mulai dari menurunnya nilai pelajaran, hamil diluar nikah, bahkan sanggup juga yang terparah : kehilangan nyawa akhir narkoba, kebut-kebutan, atau tawuran.

Pemahaman bahwa ortu tidak adil, over protective, atau nggak gaul itu dikarenakan adek-adek hanya memandang permasalahan tersebut dari sudut pandang "anak" saja, padahal disini ada dua sudut pandang yang berbeda yaitu "anak" dan "ortu". Pernahkan adek-adek memandang dari sudut pandang "ortu"? Mungkin sulit bagi adek-adek kalau disuruh memandang dari sudut pandang "ortu" tapi akan saya coba memberi rujukan citra melalui sudut pandang "ortu" dari pengalaman saya sendiri, menyerupai di bawah ini :

Pernah anak saya, Sinichi (4 thn), melempar-lempar pasir ke udara sehingga banyak bubuk beterbangan (Menurut saya hal tersebut berbahaya alasannya yakni pasir dan bubuk sanggup masuk ke matanya, juga sanggup masuk ke paru-paru melalui pernafasan. selain itu sanggup mengganggu orang disekitarnya). Saya sudah mengingatkan semoga ia berhenti sampai 2 kali, yang ketiga kali saya datangi ia dan saya cubit betisnya sampai ia meringis menahan sakit. Saat malam hari ketika ia sudah tertidur, saya tidak sengaja melihat betisnya sempurna dimana saya mencubit tadi tampak berwarna kebiruan. Sontak saya terkejut dan menangis melihatnya. eksklusif saya peluk dan cium dia. Saya benar-benar menyesal, meskipun tidak saya tunjukkan secara eksklusif ke Sinichi keesokan harinya.

Atau ketika Sinichi bermain bersama teman-teman sebayanya disekitar genangan air, saya impulsif melarang ia untuk bermain air yang notabene agak kotor tersebut. Dia menuruti apa yang saya larang. Kala teman-temannya gembira bermain air, ia hanya melihat saja. Sinichi tertawa gembira melihat teman-temannya bermain air sambil menggerak-gerakkan tangannya seperti ia ikut memegang air tersebut. Melihat senyum, tertawa, dan tingkahnya yang polos menyerupai itu hati saya benar-benar murung sudah melarangnya untuk ikut bermain air. Saya melirik istri saya, terlihat dari cara istriku tersenyum ketika melihat Sinichi, saya yakin kalau ia juga mempunyai perasaan yang sama menyerupai saya... SEDIH. Tapi bagaimanapun juga kami harus melakukannya..

Sebenarnya aneka macam contoh-contoh citra dari sudut pandang ortu yang sanggup saya berikan tapi cukuplah 2 hal di atas saja yang saya ceritakan. Nah point yang ingin kami berikan kepada adek-adek semua yakni :

  1. Saat ortu melarang, bukanlah "kekuasaan" atau "keegoisan" yang ingin ditunjukkan, melainkan "kasih sayang", "kekhawatiran", dan "perhatian".
  2. Bukanlah rasa "puas" dan "bangga" yang ortu dapatkan setelah memberi eksekusi kepada anak, tapi rasa "menyesal" dan "sedih" yang didapatkan ortu. Apalagi ketika sang anak menangis, sedih, kecewa, atau bahkan kesakitan akhir eksekusi ortu. Tapi ortu harus melakukannya demi kebaikan anak meskipun bertentangan dengan perasaannya.

Apakah adek-adek masih menganggap ortu tidak adil setelah membaca sedikit klarifikasi ihwal perasaan ortu di atas?

Jika adek-adek menghadapi larangan ortu, yang perlu dilakukan pertama kali yakni membisu dan tetap berfikir positif. Lalu pikirkan ulang dengan damai ihwal larangan ortu tersebut. Tapi kalau adek-adek terlajur emosi dan marah, segera ingatlah 2 point yang saya sebut diatas. Dan yang terpenting dari semuanya yakni BERDOA. Minta kepada ALLAH semoga diberi petunjuk dan bimbingan untuk menghadapi problem ini, Insyaallah adek-adek akan menemukan jalan keluar yang terbaik.

Baca juga sharing yang lain :
  • Menghadapi Masalah Rumah Tangga klik disini
  • Memilih Pasangan Hidup klik disini
  • Alasan Dibalik Bikin Blog Ini Adalah... klik disini