Urgensi Dan Faedah Tafakur Tadabur


Judul : Urgensi Dan Faedah Tafakur Tadabur
link : Urgensi Dan Faedah Tafakur Tadabur


Urgensi Dan Faedah Tafakur Tadabur

Tafakkur atau Tafakur dalam pengertian sederhana artinya berfikir, memikirkan, merenungkan, atau meditasi terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di alam semesta ini. Dalam Al-Qur’an, tafakkur diperintahkan oleh Allah SWT kepada manusia, khususnya mereka yang berpengetahuan.
Sesungguhnya semua insan dituntut untuk bertafakkur, merenungkan gejala atau fenomena-fenomena alam ciptaan Tuhan, biar timbul kesadaran bahwa di balik itu ada Zat Yang Mahakuasa, Yang Maha Agung, Yang Maha Bijaksana, yaitu Sang Pencipta Allah SWT (Q.S Ali Imron 3 : 190-191).
Dengan timbulnya kesadaran mirip itu, yaitu hasil dari tafakkur, maka insan akan cerdik bersyukur (tasyakur) terhadap nikmat-nikmat yang diberikan Allah kepada mereka. Sehingga segala apa yang diberikan, sanggup dipakai dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya, ditasharufkan di jalan yang benar, sesuai dengan kehendak-Nya. Yang pada karenanya Allah SWT akan menambah lagi kenikmatan kepada mereka.

Urgensi Tafakur Tadabur

Jika insan tidak suka tafakkur, tidak mau tadabbur (meneliti) terhadap fenomena-fenomena alam ciptaan Allah SWT, maka sulit untuk sanggup bersyukur kepada Sang Pencipta alam ini, lantaran hatinya penuh dengan kegelapan. Yang pada karenanya menjadi orang yang takabbur dan kufur (kufur nikmat), sehingga segala kenikmatan yang diberikan Allah SWT kebanyakannya dipakai untuk melaksanakan kedurhakaan alias kemaksiatan. Akibat dari kekufuran ini, maka adzab Allah SWT yang akan dirasakan. Dalam Al-Qur’an diterangkan, banyak negeri hancur lantaran insan atau penghuni negeri itu tidak cerdik bersyukur.

Pada dasarnya Islam menyuruh insan untuk memikirkan dan merenungkan alam semesta ini dan segala ciptaan-Nya dan melarang utnuk memikirkan Zat Allah SWT, lantaran insan tidak akan bisa untuk mengalahkan qudrat-Nya. Begitulah diterangkan dalam beberapa riwayat yang saling menguatkan.

Lalu apakah hakikat dari tafakkur, tadabbur dan tasyakur itu? Banyak definisi yang dikemukakan para ulama. Antara lain ada yang mendefinisikan sebagai berikut :

تصرف القلب في معني الأشياء لدرك المطلوب
Tafakkur ialah mentasharrufkan (mengendalikan) hati untuk merenungkan / memikirkan makna hakiki dari segala sesuatu, demi mencapai yang dituntut / dicari.

Untuk bertafakkur / berfikir, pada zahirnya ialah dengan memakai akal, bukan dengan hati. Akan tetapi kata “hati” berdasarkan ulama memiliki dua arti, yaitu hati dalam pengertian yang zahir / zasmani dan hati dalam pengertian rohani. Maka dalam definisi di atas hati dalam pengertian rohani yang bisa memahami sesuatu.

Istilah tafakkur ini banyak dikenal di kalangan kaum sufi. Menurut mereka tafakur ialah cara untuk memperoleh pengetahuan wacana Tuhan dalam arti yang hakiki. Ulama menyampaikan bahwa tafakkur menyerupai pelita hati, sehingga terlihat segala sesuatu itu baik buruknya, manfaat dan madharatnya. Dan setiap hati yang tidak dipakai untuk tafakkur maka akan menemukan kegelapan. Oleh lantaran itu ada yang menyampaikan bahwa tafakkur ialah pelita hati dalam beri’tibar dan kunci keberhasilan dalam ikhtiar (lihat al-Jurjani, at-Ta’rifat, hal 56).

Adapun yang disebut tadabbur adalah sebagai berikut:

عبارة عن النظر في عواقب الأمور ، وهو قريب من التفكر ، إلا أن التفكرَ تصرفُ القلب بالنظر في الدليل ، والتدبر تصرفه بالنظر في العواقب

Suatu citra penglihatan hati terhadap akibat-akibat segala urusan, dan hampir sama dengan tafakkur. Hanya kalau tafakkur itu memakai mata hati untuk meneliti dalil atau indikator segala sesuatu, sedangkan tadabbur memakai mata hati untuk melihat akibat-akibat dari sesuatu itu.
Faidah Tafakur dan Tadabur

Adapun faidah-faidah yang sanggup diambil dari tafakkur dan tadabbur berdasarkan para ulama ialah sebagai berikut:
  1. Pertama, sebagai tanda bagi orang yang punya pikiran (ulul albab), lantaran mereka selalu berdzikir dan tafakkur atas diciptakannya langit dan bumi.
  2. Kedua, Ibnu Abbas menyampaikan bahwa tafakkur sanggup menghilangkan kelalaian dalam ibadah dan sanggup menumbuhkan rasa takut kepada Allah SWT di dalam hati. Sebagaimana tumbuh-tumbuhan akan tumbuh subur dengan siraman air.
  3. Ketiga, al-Hasan mengatakan: Tafakkur sejenak lebih baik daripada shalat semalam yang tidak khusu’.
  4. Keempat, al-Fudhail mengatakan: Tafakkur itu menyerupai cermin, saat anda bercermin ia akan menyampaikan keburukan dan kebaikan sikap anda.
  5. Kelima, di antara orang bijak ada yang menyampaikan : Tafakkur itu bagaikan cahaya, kelalaian hati ialah kegelapan, kebodohan ialah kesesatan. Orang yang beruntung ialah orang yang sanggup mendapatkan hikmah dari yang lain.
  6. Keenam, dengan mentafakkuri diri atas segala nikmat yang diberikan, akan menambah mahabbah kepada Allah SWT dan akan cerdik bersyukur kepada-Nya.
  7. Ketujuh, dengan mentafakkuri insiden hari selesai zaman sebagaimana diterangkan al-Qur’an akan menambah semangat untuk melaksanakan kebaikan-kebaikan dan mempersiapkan diri dalam menghadapi hisaban kelak.
  8. Kedelapan, dengan mentafakkuri dan mengimani adanya neraka sebagaimana dalam Al-Qur’an, maka akan menambah rasa takut kepada adzab Allah SWT dan sanggup mencegah dirinya dari perbuatan dosa dan noda.
  9. Kesembilan, dengan mentafakkuri adanya surga, sebagai jaminan bagi orang-orang shalih, maka akan menambah kekuatan kepercayaan dan meningkatkan ketaatannya untuk mencapai surga.
  10. Kesepuluh, dengan tafakkur yang hasilkan kesadaran diri bahwa selamanya dilihat oleh Allah SWT, maka ia akan merasa aib kalau berbuat maksiat, dan sanggup untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang tidak terpuji.
Demikianlah antara lain keuntungan-keuntungan bagi yang mau berfikir, bertafakkur, mentadabburi ciptaan-ciptaan Allah SWT, termasuk mentafakkuri dirinya sendiri sebagai makhluk-Nya.

Semoga kita menjadi orang yang senantiasa mentafakkuri dan mentadabburi, utamanya merenungkan terhadap diri kita sendiri. Dari mana asal kita, siapa yang membuat kita, sedang dimana, dan akan kemana kita ini? Diperlukan tanggapan yang jujur yang lahir dari keimanan kepada Allah SWT, Sang Maha Pencipta.

Sumber: Rubrik Akhsin Khuluqi Risalah A. Daeroby