Hikmah Qurban Dan Pengorbanan Nabi Ibrahim


Judul : Hikmah Qurban Dan Pengorbanan Nabi Ibrahim
link : Hikmah Qurban Dan Pengorbanan Nabi Ibrahim


Hikmah Qurban Dan Pengorbanan Nabi Ibrahim

Awal mula ritual Qurban dalam syariat umat Islam yaitu saat Nabi Ibrahim diperintah Allah swt untuk menyembelih putra kesayangannya Ismail. Manusiawi jika Nabi Ibrahim saat itu dalam hatinya menolak perintah tersebut, namun penolakan itu terjadi karena kecintaan Nabi Ibrahim kepada Allah swt melebihi kecintaan kepada selainnya.
Hikmah pertama dari awal cerita di atas bahwa kecintaan kepada Allah itu dihentikan dibandingkan dengan kecintaan kita kepada makhluk. Bahwa kecintaan kepada Allah itu bersifat murni, tidak ibarat cinta kita kepada yang kita sayangi di dunia, termasuk harta dan keturunan.
Nabi Ibrahim lolos ujian “kecintaan” dan risikonya putra tersayang Nabi Ibrahim batal disembelih dan Allah memerintahkan menggantinya dengan seekor domba. Hingga syari’at dalam Islam ada istilah udlhiyah atau juga berarti penyembelihan binatang Qurban ibarat domba, sapi atau unta, sebagai salah satu cara menerangkan kita cinta kepada Allah SWT.
Hikmahnya yaitu siapapun orang yang mengalami hidup selalu disodori oleh Allah swt banyak sekali pilihan yang harus ditentukan. Ketika itu seorang muslim memilih pilihan menurut ridlo Allah swt dan bagi yang lolos ujian tersebut akan mendapat jawaban setimpal di dunia dan alam abadi kelak.
Setiap tanggal 10 bulan Dzulhijjah umat Islam di seluruh dunia merayakan ‘iedul Qurban atau istilah lain Hari Raya Qurban, merupakan sebuah refleksi atas catatan sejarah perjalanan kebaikan umat insan pada masa kemudian yang dalam hal ini dipelopori oleh Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Ismail.
Dalam konteks ini, mimpi Ibrahim untuk menyembelih anaknya, Ismail, merupakan sebuah ujian Allah, sekaligus usaha maha berat seorang Nabi Ibrahim yang diperintah oleh Allah melalui malaikat Jibril untuk mengurbankan anaknya. Peristiwa itu harus dimaknai sebagai pesan simbolik agama, yang menunjukkan ketakwaan, keikhlasan, dan kepasrahan seorang Ibrahim pada titah sang pencipta.
Hampir seluruh ulama setuju bahwa apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim terhadap Ismail yaitu bukti penyerahan diri sepenuhnya terhadap perintah Allah SWT. Oleh karenanya aliran Nabi Ibrahim disebut sebagai aliran Islâm atau (penyerahan diri). Seorang mufassir modern, Muhamad Ali (1874-1951) memaknai Qurban sebagai tindakan kerendahan hati dan kesabaran dalam penderitaan dan ketakjuban kepada Ilahi. Dalam hal penyembelihan binatang sebagai simbol Qurban.
Sementara intelektual Muslim asal Iran, Ali Syariati, dalam bukunya ‘Hajj’, ibadah ritual Qurban bukan sekadar mempunyai makna bagaimana insan (baca: umat Islam) mendekatkan diri kepada Allah SWT, tetapi juga mendekatkan diri kepada sesama manusia, terutama mereka yang tergolong sebagai kaum dhuafa dan marginal.
Ali Syariati memaknainya sebagai sebuah perumpamaan atas kemusnahan dan selesai hidup ego. BerQurban berarti menahan diri dari, dan berjuang melawan, godaan ego. Qurban atau penyembelihan binatang sebetulnya yaitu lambang dari penyembelihan binatang (nafsu hewani) dalam diri manusia.
Dengan demikian sanggup kita simpulkan bahwa Ibadah Qurban mempunyai pesan bahwa umat Islam diharuskan lebih mendekatkan diri dengan kaum dhuafa (kaum miskin) dan lebih mengutamakan nilai-nilai persaudaraan dan kesetiakawanan sosial.
Pada aspek lain pesan tersirat yang sanggup kita petik dengan berqurban hewan, kita sanggup mendekatkan diri kepada kaum dhuafa yang kesulitan mendapat daging. Ini harus menjadi pelajaran buat kita bahwa jika diberikan kenikmatan, maka kita diwajibkan untuk membuatkan kenikmatan dengan orang lain. Ibadah Qurban mengajak mereka yang termasuk dalam golongan dhuafa untuk mencicipi kenyang.
Dengan dasar spirit di atas, hari raya iedul qurban atau iedul adha mempunyai tiga makna penting yaitu:
  • Pertama, makna ketakwaan insan atas perintah sang Khalik.
  • Kedua, makna penyerahan diri kepada Allah. Qurban yaitu simbol penyerahan diri insan secara utuh kepada sang pencipta Allah Swt, sekalipun dalam bentuk pengurbanan seorang anak yang sangat kita kasihi.
  • Ketiga, spirit hidup sosial, ibadah qurban sebaiknya kita jadikan sebagai prinsip hidup dalam banyak sekali sesama umat insan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak sekadar kita implementasikan hanya membeli binatang ternak kemudian disembelih dan dagingnya dibagikan kepada kaum dhuafa. lebih dari itu Qurban harus kita jadikan spirit hidup sepanjang masa.
Demikian hikmah syariat qurban dan pengorbanan Nabi Ibrahim AS, agar spirit berqurban sanggup menjadi prinsip hidup kita semua dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.